Suka dan Sering
Di dalam bahasa cakapan kita sering
mendengar orang mengucapkan kata suka alih-alih kata sering, seperti pada
kalimat berikut.
1. Saya suka/sering lupa waktu kalau
lagi asyik bekerja.
Pada kalimat itu, baik suka maupun sering, dapat digunakan bergantian karena dalam bahasa cakapan salah satu makna kata suka ialah 'sering'. Dalam bahasa resmi, pemakaian kedua kata itu harus dibedakan dengan cermat sebab makna keduanya memeng berbeda. Pada contoh berikut suka tidak dapat digantikan oleh sering karena sering berarti 'acapkali' atau 'kerapkali'.
Pada kalimat itu, baik suka maupun sering, dapat digunakan bergantian karena dalam bahasa cakapan salah satu makna kata suka ialah 'sering'. Dalam bahasa resmi, pemakaian kedua kata itu harus dibedakan dengan cermat sebab makna keduanya memeng berbeda. Pada contoh berikut suka tidak dapat digantikan oleh sering karena sering berarti 'acapkali' atau 'kerapkali'.
2. a. Dia adalah teman dalam suka dan
duka.
b. Saya suka akan tindakannya.
c. Ambillah kalau Anda suka.
d. Jarang sekali ada ibu yang tidak suka akan anaknya.
Pada contoh (2a) itu kata suka bermakna 'girang', 'riang', atau 'senang'; pada (2b) berarti 'senang'; pada (2c) berarti 'mau', 'sudi', atau 'setuju';pada (2d) berarti 'sayang'.
b. Saya suka akan tindakannya.
c. Ambillah kalau Anda suka.
d. Jarang sekali ada ibu yang tidak suka akan anaknya.
Pada contoh (2a) itu kata suka bermakna 'girang', 'riang', atau 'senang'; pada (2b) berarti 'senang'; pada (2c) berarti 'mau', 'sudi', atau 'setuju';pada (2d) berarti 'sayang'.
Ungkapan/Kata
Penghubung Intrakalimat
Ungkapan/kata penghubung intrakalimat
adalah ungkapan/kata dalam sebuah kalimat yang berfungsi menghubungkan
unsur-unsur kalirnat.
Ungkapan/kata
penghubung intrakalimat itu tidak pernah digunakan pada awal
sebuah kalimat, kecuali jika kata itu digunakan pada anak kalimat yang
mendahului induk kalimat, seperti karena. Oleh karena itu, kata-kata
yang tergolong ke dalam ungkapan/kata penghubung itu tidak pernah/ tidak
boleh ditulis dengan huruf kapital. Contoh kata penghtlhung itu adalah
... dan
....
... agar
....
... yang
....
... sehingga
.... ...
bahwa .... ... karena ....
Selain, dalam bahasa Indonesia
terdapat ungkapan/kata penghubung intrakalimat yang penulisannya selalu didahului
oleh tanda koma, seperti ... ,
sedangkan .... ...., tetapi ....
sedangkan .... ...., tetapi ....
Contoh:
(1) la dan adiknya
pergi ke Surabaya.
(2) la tidak masuk
sekolah karena sakit.
(3) Karena sakit, ia
tidak masuk sekolah.
(4) la sangat rajin
belajar sehingga tidak pernah menemui kesulitan di sekolah.
(5) la selalu berusaha
keras agar cita-citanya dapat tercapai.
(6) Anak itu pandai,
tetapi sayang teman bergaulnya terbatas.
(7) Bagaimana aku
dapat rnenolongmu, sedangkan aku sendiri kekurangan.
Ungkapan/Kata Penghubung Antarkalimat
Ungkapan penghubung antarkalimat
berfungsi menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat lain.
Oleh
karena itu, kata/ungkapan penghubung jenis itu harus ditulis dengan
huruf awal kapital dan diiringi tanda koma. Posisinya
dalam kalimat selalu berada pada awal kalimat yang akan dihubungkan dengan
kalimat sebelumnya.
Kata/ungkapan penghubung yang tergolong jenis ini, antara lain, sebagai
berikut.
Kata/ungkapan penghubung yang tergolong jenis ini, antara lain, sebagai
berikut.
.... Akan
tetapi, ....
....
Berkaitan dengan hal itu, ....
....
Meskipun demikian, ....
.... Oleh
karena itu, ....
....
Sebaliknya, ....
....
Sehubungan dengan itu, ....
....
Sehubungan dengan hal itu, ....
.... Sesuai
dengan itu, ....
.... Sesuai
dengan uraian tersebut, ....
....
Walaupun demikian, ....
Tidak Bergeming dan Acuh
Ungkapan pernyataan tidak bergeming
sering digunakan seperti pada kalimat berikut.
(1) "Politikus itu tetap tidak
bergeming pada pendirian yang diyakininya".
Benarkahpemakaian ungkapan
pernyataan di dalam kalimat itu?
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kata bergeming berarti
'diam saja atau tidak bergerak sedikit juga'. Kata bergeming yang
dikaitkan dengan pendirian berarti 'tidak berubah'. Ungkapan pernyataan
tidak bergeming berarti 'tidak tidak berubah' atau 'berubah'.
Atas dasar makna kata itu, penggunaan ungkapan pernyataan tidak bergeming dalam kalimat tersebut tidak tepat. Pernyataan yang benar adalah sebagai berikut.
Atas dasar makna kata itu, penggunaan ungkapan pernyataan tidak bergeming dalam kalimat tersebut tidak tepat. Pernyataan yang benar adalah sebagai berikut.
(la) Politikus itu tetap bergeming
pada pendirian yang diyakininya.
Kesalahan serupa terjadi pula pada
pemakaian kata acuh seperti yang terlihat pada kalimat berikut.
(2) Selama ini sikapnya acuh
saja terhadaplingkungannya.
Jika kita lihat makna kata acuh
itu di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertiannya sama dengan peduli. Selain dibentuk menjadi mengacuhkan,
kata acuh juga dipakai dalam bentuk acuh tak acuh dengan arti
'tidak peduli'. Selain bentuk acuh tak acuh, muncul pula pemakaian kata
acuh dengan pengertian yang sama. Sebagai akibatnya, banyak orang yang
beranggapan bahwa kata acuh berarti 'tidak peduli' seperti pada kalimat
contoh itu, yang seharusnya digunakan acuh tak acuh sehingga kalimatnya
menjadi
(2a) Selama ini sikapnya acuh tak
acuh saja terhadap lingkungannya.
Kata mengacuhkan berarti
'memedulikan atau mengindahkan'. Oleh karena itu, pemakaian kata rnengacuhkan
pada kalimat berikut tidak tepat.
(3) Kesemrawutan lalu
lintas itu terjadi karena banyak pemakai jalan
yang mengacuhkan
rambu-rambu lalu lintas yang ada.
Pada kalimat itu seharusnya
digunakan tidak mengacuhkan.
Sudah dan Telah
Kita sering melihat berita sukacita
atau dukacita di surat kabar atau majalah seperti berikut.
(1) Telah
menikah Adi dengan Bimbi pada 25 September 2001.
(2)Telah meninggal dunia
nenek kami tercinta pada tanggal I5 September 2001.
Berita seperti itu hampir tidak
pernah menggunakan kata sudah walaupun kedua kata itu bersinonim.
Telah
menikah digunakan
untuk mengutamakan 'peristiwa berlangsungnya pernikahan'; telah menikah dapat
dilawankan dengan akan menikah. Akan tetapi, sudah menikah lebih
mengutamakan 'keadaan sudah berlangsungnya sesuatu' sehingga sudah menikah dapat
dilawankan dengan belum menikah.
Kata sudah mencakupi makna
'cukup sekian'; 'cukup sampai di sini', sedangkan telah tidak.
(3) Sudah
(bukan telah), jangan kautangisi lagi kematian itu.
Sudah dapat
dirangkaikan dengan partikel -lah atau -kah, sedangkan
telah tidak. Oleh karena itu, sudahkah dan sudahlah pada kalimat berikut berterima, tetapi kata telahkah dan telahlah tidak berterima.
telah tidak. Oleh karena itu, sudahkah dan sudahlah pada kalimat berikut berterima, tetapi kata telahkah dan telahlah tidak berterima.
(4) Sudahkah
(bukan telahkah) semua anak negeri ini mendapat pendidikan yang baik?
(5) Sudahlah (bukan telahlah),
jangan siksa dia lagi.
Kata sudah dapat
berdiri sendiri sebagai unsur tunggal di dalam klausa,
sedangkan telah tidak.
sedangkan telah tidak.
(6) Sudah!
(bukan telah!) Diam!
(7) Anda sudah
(bukan telah) makan? Sudah.
Sudah dapat digunakan
dalam bentuk inversi, sedangkan telah tidak.
(8) Lengkap sudah (bukan
telah) kebahagiaan hidupnya.
Sudah mempunyai
hubungan yang renggang dengan predikat, tetapi telah lebih rapat.
Kerenggangan itu tampak pada kemungkinan penyisipan kata, seperti mau, harus,
akan, atau tidak, di antara kata predikat dan kata sudah.
(9) Dia sudah
(bukan telah) mau makan sedikit-dikit.
(10) Anda sudah (bukan telah)
harus pergi besok pagi.
Namun, pada contoh berikut kata sudah
dan telah dapat digunakan.
(11) Pagi-pagi kami datang menjemputnya, tetapi
ternyata dia sudahl telah pergi.
(12) Dia sudah/telah dua
hari tinggal di desa kami.
Perhatikan bahwa pada contoh (11) sudah/telah
digunakan untuk menerangkan verba pergi, sedangkan pada contoh (12)
menerangkan numeralia dua hari.
Sudah benarkah penulisan (1) mensahkan, mempel,
mentes; (2) mengolahragakan masyarakat; (3) ulang tahun Korpri ke-14?
(1) Jika imbuhan me- ditambahkan
pada kata yang bersuku tunggal, seperti sah, pel dan tes, awalan
itu berubah menjadi menge- sehingga bentuknya menjadi mengesahkan,
mengepel, dan mengetes. Demikian juga, imbuhan pe-...-an akan
menjadi penge-...-an sehingga menghasilkan pengesahan,
pengepelan, dan pengetesan. Jika kita bertaat asas pada sistem
perekabentukan seperti itu, cara yang sama berlaku juga bagi kata bersuku
tunggal lain, seperti bom, cat, las, dan lap.
Contoh: mengebom,
pengeboman
mengecat,
pengecatan
mengelas, pengelasan
mengelap, pengelapan
(2) Untuk mengimbau
masyarakat agar gemar berolahraga, dipakai orang ungkapan mengolahragakan
masyarakat. Ungkapan itu kurang cermat. imbuhan me-...-kan pada
bentuk mengolahragakan, menurut kaidah yang benar, berarti ‘membuat ...
jadi ...’, yakni ‘membuat masyarakat menjadi olahraga’. Untuk
mengungkapkan arti ‘membuat masyarakat berolahraga’ hendaklah digunakan
imbuhan memper-...-kan. Jadi, bentuk yang benar adalah memperolahragakan
masyarakat, bukan mengolahragakan masyarakat. Contoh lain, memperaksarakan
masyarakat, memperhentikan pegawai, dan mempertemukan mempelai yang masing-masing
berarti ‘membuat masyarakat beraksara’, ‘membuat pegawai berhenti’, dan
‘membuat mempelai bertemu’. (3) Bentuk tulisan Ulang Tahun
Korpri Ke-14 dianggap kurang cermat karena dapat ditafsirkan bahwa di
negara kita sekurang-kurangnya ada 14 macam korpri. Yang berulang tahun pada
saat itu adalah Korpri Ke-14. Dalam penyusunan kata yang cermat, sebaiknya ke-14
itu didekatkan pada ulang tahun karena memang yang dirayakan
itu adalah ulang tahun ke-14 Korpri. Jadi, penulisan yang benar adalah Ulang
Tahun Ke-14 Korpri.
Suatu dan Sesuatu
Kata Suatu dan Sesuatu masing-masung
mempunyai perilaku bahasa yang berbeda. Kata suatu diikuti langsung
nomina, sedangkan kata sesuatu tidak secara langsung diikuti nomina,
tetapi hanya dapat diikuti oleh keterangan pewatas yang didahului oleh
konjungtor yang atau keterangan lain atau dapat digunakan pada akhir
kalimat tanpa diiringi kata apa pun.
Contoh:
suatu (1) Pada suatu masa
nanti, ia akan menyadari kesalahannya. (2) Menurut sahibul hikayat,
di suatu negeri antah berantah, ada seorang raja yang tidak dapat tidur.
(3) Pada suatu hari
sang Permaisuri ingin sekali menjenguk putrinya di taman keputren.
(4) Saya melihat suatu
peristiwa yang sangat indah.
sesuatu (1) Saya melihat tanda-tanda akan terjadinya sesuatu
dalam perjalanan kita ini.
(2) Jika kamu
menemukan sesuatu di jalan, sedangkan sesuatu itu bukan
barang milikmu, jangan sekali-kali engkau memungutnya.
(3) Aku yakin bahwa di antara
mereka berdua tidak mungkin terjadi sesuatu. Mereka berdua bersahabat sejak
kecil dan teman sepermainanku.
(4) Tidak ada sesuatu
yang sukar bagi mereka yang mau berusaha secara sungguh-sungguh.
(5) Ada sesuatu
yang belum saya pahami mengenai hal itu
Status Quo, Klarifikasi, Kondusif, Modus Operandi, dan
Provokator
Status quo berasal dari bahasa Latin, artinya 'keadaan tetap
sebagaimana keadaan sekarang atau sebagaimana keadaan sebelumnya'.
sebagaimana keadaan sekarang atau sebagaimana keadaan sebelumnya'.
Jadi, mempertahankan status quo berarti
mempertahankan keadaan sekarang yang tetap seperti keadaan sebelumnya.
Contoh:
(1) la mengajukan pandangan baru, tetapi tidak
mengubah status quo.
(2) Di dalam gerakan masyarakat selalu terdapat
kelompok gerakan
yang menerima dan menolak status quo.
yang menerima dan menolak status quo.
Klarifikasi adalah penjernihan masalah hingga menjadi
transparan dan tidak ada yang dirahasiakan.
transparan dan tidak ada yang dirahasiakan.
Contoh:
(3) Sangkaan korupsi yang ditujukan
kepada pejabat negara itu perlu diklarifikasi.
Kondusif artinya bersifat dapat memberi peluang atau
bersifat mendukung tercapainya hasil yang diinginkan.
bersifat mendukung tercapainya hasil yang diinginkan.
Contoh:
(4)Kurangnya lampu penerang jalan
merupakan keadaan yang kondusif untuk terjadinya kerawanan perjalanan pada malam
hari.
Modus operandi (berasal dari bahasa Latin) adalah prosedur atau cara bergerak atau berbuat
sesuatu.
Contoh:
(5) Menempatkan kayu perintang di
jalan menjadi modus operandi kejahatan pada masa kini.
jalan menjadi modus operandi kejahatan pada masa kini.
Provokator adalah orang atau
sekelompok orang yang melakukan tindak provokasi, yaitu tindakan atau
perbuatan untuk membangkitkan kemarahan pihak lain.
sekelompok orang yang melakukan tindak provokasi, yaitu tindakan atau
perbuatan untuk membangkitkan kemarahan pihak lain.
Contoh:
(1) Bentrokan
fisik terjadi di beberapa tempat sebagai akibat dari hasutan provokator.
Sinonim
Setiap kata yang dapat dikelompokkan
dengan kata lain berdasarkan makna umum disebut kata bersinonim.
Kata-kata itu mengandung arti pusat
yang sama (denotasi), tetapi berbeda dalam nilai rasa (konotasi). Adapun makna
denotasi bersifat umum, harfiah, atau netral. Makna konotasi mengandung emosi
atau timbangan rasa yang bertalian dengan latar dan suasana hati.
Maknanya bersifat khusus, spesifik.
Maknanya bersifat khusus, spesifik.
Penguasaan kata bersinonim, selain
dapat menolong kita untuk menyampaikan gagasan umum, juga membantu kita untuk
membuat perbedaan yang tajam dan tepat makna setiap kata. Misalnya, kata memandang,
menatap, mengintip, melirik, melotot, mengerling,
dan mengeker sama-sama berasal dari makna denotasi yang sama, yaitu 'melihat',
tetapi berbeda makna konotasinya. Demikian juga, kata meninggal (dunia),
berpulang ke rahmatullah, gugur, dan tewas,
makna denotasi setiap kata itu sama, yaitu 'mati', tetapi makna konotasinya
berlainan.
Tentu tidak gampang membedakan makna
konotasi setiap kata yang, bersinonim. Untuk itu, perlu diperhatikan kesamaan
kelas katanya (adjektiva, nomina, verba) dan pengalaman kita terhadap pemakaian
setiap kata itu. Faktor itulah yang memberikan makna tambahan terhadap
denotasinya.
Penutur bahasa yang baik tentu dapat
membedakan makna yang terkandung dalam kata melatih, menatar, menyuluh,
dan mendidik. Makna konotasi setiap kata itu berbeda, tetapi makna
denotasinya serupa: 'mengajar'. Kata mendidik,
misalnya, menyiratkan makna 'kasih sayang', 'sabar’, 'hubungan yang akrab',
selain 'menanamkan moral dan ilmu pengetahuan', sedangkan melatih
mengesankan 'memberikan pengetahuan keterampilan tentang sesuatu'.
misalnya, menyiratkan makna 'kasih sayang', 'sabar’, 'hubungan yang akrab',
selain 'menanamkan moral dan ilmu pengetahuan', sedangkan melatih
mengesankan 'memberikan pengetahuan keterampilan tentang sesuatu'.
Singkatan Kata dan Akronim
Penggunaan singkatan dan akronim
merupakan salah satu cara berkomunikasi ekonomis.
Misalnya,
singkatan P3K merupakan kependekan dari pertolongan pertama pada
kecelakaan dan ipoleksosbudhankam merupakan akronim dari ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Penggunaan singkatan selain memiliki nilai positif, juga dapat menimbulkan
dampak negatif. Nilai positifnya ialah bahwa komunikasi dapat dilakukan secara ekonomis, sedangkan dampak negatifnya ialah tidak semua orang yang diajak berkomunikasi memahami singkatan yang digunakan. Perhatikan contoh pemakaian singkatan BPFKPPA (Badan Pekerja Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak) atau akronim Suslapa (kursus lanjutan perwira). Jika singkatan dan akronim tersebut digunakan dalam berkomunikasi yang melibatkan masyarakat luas dengan tidak menyertakan kepanjangan singkatan kata itu, yang akan terjadi adalah munculnya gangguan komunikasi. Oleh karena itu, bentuk singkatan kata atau akronim dapat saja digunakan dalam berkomunikasi selama tidak menimbulkan gangguan dalam pemahamannya.
singkatan P3K merupakan kependekan dari pertolongan pertama pada
kecelakaan dan ipoleksosbudhankam merupakan akronim dari ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Penggunaan singkatan selain memiliki nilai positif, juga dapat menimbulkan
dampak negatif. Nilai positifnya ialah bahwa komunikasi dapat dilakukan secara ekonomis, sedangkan dampak negatifnya ialah tidak semua orang yang diajak berkomunikasi memahami singkatan yang digunakan. Perhatikan contoh pemakaian singkatan BPFKPPA (Badan Pekerja Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak) atau akronim Suslapa (kursus lanjutan perwira). Jika singkatan dan akronim tersebut digunakan dalam berkomunikasi yang melibatkan masyarakat luas dengan tidak menyertakan kepanjangan singkatan kata itu, yang akan terjadi adalah munculnya gangguan komunikasi. Oleh karena itu, bentuk singkatan kata atau akronim dapat saja digunakan dalam berkomunikasi selama tidak menimbulkan gangguan dalam pemahamannya.
Seperti Misalnya, Contohnya Seperti,
Umpamanya Seperti Pemakaian dua kata yang mempunyai makna dan fungsi yang
sama, antara lain seperti misalnya, contohnya seperti, dan umpamanya
seperti merupakan pemakaian bahasa yang kurang cermat.
Kata seperti, misalnya,
contohnya, dan umpamanya adalah kata-kata yang bersinonim sehingga
pemakaiannya secara bersama-sama merupakan
kelewahan atau mubazir. Oleh karena itu, demi kecermatan berbahasa dan untuk menghindari terjadinya kelewahan atau kemubaziran, sebaiknya kata-kata tersebut digunakan satu saja. Kelewahan atau kemubaziran itu dapat dilihat pada contoh berikut.
kelewahan atau mubazir. Oleh karena itu, demi kecermatan berbahasa dan untuk menghindari terjadinya kelewahan atau kemubaziran, sebaiknya kata-kata tersebut digunakan satu saja. Kelewahan atau kemubaziran itu dapat dilihat pada contoh berikut.
(1a) Hasil pengembangan teknologi
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti misalnya komputer, peralatan
transportasi, dan peralatan informasi.
(1b)Hasil pengembangan teknologi sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia contohnya seperti komputer, peralatan
transportasi, dan peralatan informasi.
(1c) Hasil pengembangan
teknologi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia umpamanya seperti komputer,
peralatan transportasi, dan peralatan informasi.
Pemakaian kata lain yang sejalan
dengan hal itu adalah, hanya ... saja;
misalnya
..., ..., dan sebagainya;
antara lain
..., ..., dan lain
sebagainya; serta seperti ..., ..., dan lain-lain.
sebagainya; serta seperti ..., ..., dan lain-lain.
Dalam hal ini kata hanya dan saja
juga merupakan kata yang bersinonim
sehingga pemakaiannya secara bersamaan merupakan kelewahan atau mubazir. Oleh karena itu, digunakan satu saja: hanya atau saja.
sehingga pemakaiannya secara bersamaan merupakan kelewahan atau mubazir. Oleh karena itu, digunakan satu saja: hanya atau saja.
Berikut ini adalah contoh pemakaian
kata-kata itu secara efektif.
(2a) Peristiwa itu bukan hanya
diketahui oleh keluarganya, melainkan juga oleh masyarakat di sekitarnya.
(2b)Peristiwa itu bukan diketahui
oleh keluarganya saja, melainkan juga oleh masyarakat di sekitarnya.
Demikian juga kata dsb., dll., dan
dlsb. yang digunakan secara kurang tepat. Misalnya:
(3) Ekspornonmigas, misalnya
rotan, kayu lapis, pakaian jadi dsb. antara
lain dll. makin meningkat.
Kata seperti, misalnya,
atau antara lain itu sudah bermakna 'beberapa atau sebagian'. Oleh
karena itu, kata dsb., dll., atau dlsb. tidak perlu dimunculkan
lagi apabila sudah digunakan kata misalnya atau antara lain.
Dalam hal itu lebih baik jika digunakan kata dan atau atau sebelum
butir perincian yang terakhir.
Contoh:misalnya
(4) Ekspor nonmigas, seperti
rotan, kayu lapis, pakaian jadi
antara lain makin
meningkat.
Semua, Seluruh, Segala, Sekalian, dan Segenap
Kata semua, seluruh,
segala, sekalian, dan segenap memiliki persamaan dan perbedaan
arti. Persamaan arti menyebabkan kata itu dapat saling dipertukarkan, sedangkan
perbedaan arti menyebabkan kata itu tidak dapat saling dipertukarkan.
Kata semua bermakna setiap anggota terkena atau termasuk dalam
hitungan. Makna itu terlihat pada contoh berikut ini.
(1) Semua warga kota diungsikan.
Kata seluruh juga mengandung makna bahwa setiap anggota termasuk
dalam hitungan, tetapi dalam pengertian kekelompokan atau kolektif. Kalimat di
atas dapat diubah dengan mempertukarkan kata semua dengan seluruh seperti
berikut.
(2) Seluruh warga kota diungsikan.
Akan tetapi, pada dua kalimat
berikut pemakaian kedua kata itu memiliki makna yang berbeda.
(3) *Semua bangsa Indonesia menjunjung bahasa
persatuan.
(4) Seluruh bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.
Perbedaan itu terjadi karena pemakaian kata semua ditekankan pada
jumlah yang banyak, sedangkan pemakaian kata seluruh ditekankan pada
satu benda yang merupakan kesatuan yang utuh. Bangsa Indonesia pada
kalimat (3) dan (4) jumlahnya hanya satu. OIeh karena itu, penggunaan kata seluruh
pada kalimat itu lebih tepat daripada kata semua. Hal itu nyata juga
pada perbandingan berikut.
(5) Semua
ruangan akan dibersihkan dan dicat lagi.
(6) Seluruh
ruangan akan dibersihkan dan dicat lagi.
Semua ruangan menyiratkan makna adanya beberapa
ruangan. Sementara itu, seluruh ruangan pada kalimat (6) mengandung pengertian
adanya satu ruangan yang semua bagiannya dibersihkan dan dicat lagi. Makna
‘semua bagian’ juga terlihat pada kalimat berikut.
(7) Seluruh
tubuhnya terkena tumpahan minyak.
Dalam kalimat itu kata seluruh
tidak dapat ditukar dengan semua.
Kata segala menyatakan
makna ‘semua macam’. Jadi, kata itu dipakai untuk mengacu pada benda yang
beraneka ragam. Pada kalimat berikut kata segala dan semua dapat
dipertukarkan, tetapi ada sedikit perbedaan makna.
(8) Dewi
ingin melihat segala bunga yang terdapat di kebun itu.
(9) Dewi
ingin melihat semua bunga yang terdapat di kebun itu.
Kalimat (8) menyiratkan
pengertian bahwa di kebun itu ada berbagai jenis bunga. Kalimat (9) mengandung
dua pengertian: mungkin satu jenis bunga saja yang ada di kebun itu atau
mungkin pula ada berbagai jenis.
Jika benda yang ditunjuk kata segala
tidak beragam, penggunaannya akan janggal, seperti terlihat pada kalimat
berikut ini.
(10) *SegaIa siswa
kelas enam akan menghadapi ujian akhir.
Kata sekalian menyatakan
keserentakan. Kata itu hanya digunakan untuk mengacu pada orang atau manusia.
Hal itu terlihat pada kejanggalan pemakaiannya dalam kalimat berikut ini.
(11) * Sekalian meja
akan diangkut ke tempat lain.
Kata sekalian dapat
dipertukarkan dengan semua seperti pada kalimat berikut.
(12) Sekalian orang
di ruangan itu menengok kepadanya.
(13) Semua orang
di ruangan itu menengok kepadanya.
Kata segenap juga
menyatakan makna ‘semua’, tetapi dalam pengertian kelengkapan. Dalam hal ini
maknanya mirip dengan Kata seluruh.
(14) Segenap bangsa
Indonesia menjunjung bahasa persatuan.
Perbedaannya dengan kata seluruh
ialah bahwa kata ini biasanya diikuti oleh kata yang menyatakan manusia.
Kalimat berikut ini tidaklah lazim.
(15) *Kita akan
melindungi segenap binatang dari kepunahan.
(16) *Segenap tubuhnya
terkena tumpahan minyak.
Sekali dan Sekali-kali
Kecermatan dalam berbahasa harus
ditopang oleh ketelitian mengetahui makna kata. Dapat saja terjadi kekeliruan
karena makna kata yang bermiripan tidak dipahami secara baik.
Marilah kita perhatikan penggunaan
kata sekali, sekali-sekali, sesekali, sekali-kali,
dan sekalian. Kata sekali berarti 'satu kali'. Contoh: (1)
Sejak Indonesia merdeka hingga tahun
2003 ini baru sekali di Indonesia dilakukan pemilu secara demokratis.
(2) Majalah itu terbit sekali seminggu.
Kata sekali-sekali berarti 'kadang-kadang, tidak
sering, tidak selalu', dan berarti 'coba-coba'. Contoh:
(3) Masih terjadi sekali-sekali
kerusuhan di daerah itu. (4) Jangan
sekali-sekali kamu lari dari sini. Kata sesekali
berarti sama dengan sekali-sekali, yaitu 'kadang-kadang', 'tidak kerap',
'tidak sering', 'tidak selalu'. Kata sesekali merupakan bentuk singkat
dari bentuk sekali-sekali. Contoh:
(5) Dia hanya sesekali
menjenguk sanak familinya. (6) Sesekali
dia mengajukan kritik kepada pemerintah. Kata sekali-kali berarti
'sama sekali', sedikit pun (tidak)', atau 'sedikit pun jangan'. Contoh:
(7) Sekali-kali pemerintah
tidak boleh mengecewakan rakyat.
(8) Pejabat jangan sekali-kali membohongi
masyarakat.
Samakah arti negeri dan negara?
Kata negeri tidak sama
artinya dengan negara. Negeri berarti ‘kota, tanah tempat tinggal,
wilayah atau sekumpulan kampung (distrik) di bawah kekuasaan seorang penghulu
(seperti di Minangkabau).
Kata negeri bertalian dengan
ilmu bumi. Negara berarti ‘persekutuan bangsa dalam suatu daerah yang
tentu batas-batasnya dan diurus oleh badan pemerintah yang teratur’. Kata negara
berpadanan dengan kata state (Inggris) atau staat (Belanda). Kata negara
digunakan jika bertalian dengan sudut pandang politik, pemerintahan, atau
ketataprajaan.Berdasarkan pengertian kedua kata itu, kita telah mengubah bentuk
pegadaian negeri, kas negeri, ujian negeri menjadi pegadaian negara, kas
negara, ujian negara. Sejajar dengan perubahan itu, jika kita
bertaat asas pada pengertian negeri dan negara, sebaiknya bentuk pegawai
negeri, sekolah negeri, perguruan tinggi negeri, pengadilan negeri diubah
pula menjadi pegawai negara, sekolah negara, perguruan tinggi negara,
pengadilan negara jika memang badan-badan itu diurus oleh badan pemerintah
secara teratur.
Relawan atau Sukarelawan?
Dalam pemakaian bahasa Indonesia sering
kita temukan penggunaan kata relawan dan sukarelawan. Penggunaan
kedua kata itu menyebabkan sebagian pemakai bahasa mempertanyakan bentuk
manakah yang benar dari kedua kata itu? Dalam hal ini, kita perlu memahami
imbuhan –wan itu berasal dari bahasa sansekerta. Imbuhan itu digunakan
bersama kata nomina,
seperti pada kata bangsa + -wan Ã
bangsawan
harta + -wan Ã
hartawan
rupa +
-wan à rupawan
Imbuhan itu menyatakan tentang
‘orang yang memiliki benda seperti yang disebutkan pada kata dasar’. Jadi, bangsawan
berarti ‘orang yang memiliki bangsa’ atau ‘keturunan raja dan/atau kerabatnya’;
hartawan ‘orang yang memikili harta’, dan rupawan ‘ orang yang
memiliki rupa yang elok’ atau ‘orang yang elok rupa’. Dalam perkembangannya,
arti imbuhan –wan meluas. Pada kata ilmuwan, negarawan, fisikawan,
misalnya, imbuhan –wan menyatakan ‘orang yang ahli dalam bidang yang
disebutkan pada kata dasarnya’. Dengan demikian, ilmuwan berarti ‘orang
yang ahli dalam bidang ilmu tertentu’; negarawan ‘orang yang ahli dalam
bidang kenegaraan’; dan fisikawan ‘orang yang ahli dalam bidang fisika’.
Pada kata seperti olahragawan, peragawan, dan usahawan,
imbuhan –wan berarti ‘orang yang berprofesi dalam bidang yang disebutkan
pada kata dasar’. Jadi, olahragawan berarti ‘orang yang memiliki
profesi dalam bidang olahraga’; peragawan ‘orang yang berprofesi dalam
bidang peragaan’, dan usahawan ’rang yang berprofesi dalam bidang usaha
(tertentu)’. Pada contoh itu terlihat bahwa imbuhan –wan pada umumnya
dilekatkan pada kata benda (nomina), seperti bangsa, harta, ilmu, olahraga,
usaha, dan peraga. Imbuhan -wan tidak pernah dilekatkan pada
kata kerja (verba). Berdasarkan kenyataan itu, penggunaan imbuhan –wan
pada kata relawan dipandang tidak tepat. Hal itu sama saja kasusnya
dengan penambahan –wan pada kata kerja pirsa yang menjadi pirsawan.
Dalam hal ini pilihan bentuk kata yang benar adalah pemirsa, yaitu orang
yang melihat dan memperhatikan atau menonton siaran televisi. Kata sukarelawan
mengandung pengertian orang yang dengan sukacita melakukan sesuatu tanpa rasa
terpaksa. Kata sukarela ini berasal dari kata dasar sukarela dan imbuhan -wan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:970) pun, bentuk kata yang ada
adalah sukarelawan, sedangkan kata relawan tidak ada. Oleh karena
itu, kata yang sebaiknya kita gunakan adalah sukarelawan, bukan relawan.
Rekonsiliasi, Islah, Rujuk
Ketiga istilah itu sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari Rekonsiliasi (Inggris: reconciliation) berarti
'proses merestorasi atau memulihkan suatu keadaan agar menjadi seperti keadaan
semula'.
Yang dipulihkan ialah 'keadaan
yang telah berubah dari keadaan semula itu'.
Misalnya, karena keadaan kacau, dilakukan rekonsiliasi, hasilnya ialah keadaan tertib kembali. Makna rekonsiliasi bertalian dengan konsiliasi
(Inggris: conciliation) yang berarti 'usaha mempertemukan keinginan
pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan untuk menyelesaikan
perselisihan'.
Misalnya, karena keadaan kacau, dilakukan rekonsiliasi, hasilnya ialah keadaan tertib kembali. Makna rekonsiliasi bertalian dengan konsiliasi
(Inggris: conciliation) yang berarti 'usaha mempertemukan keinginan
pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan untuk menyelesaikan
perselisihan'.
Istilah islah berasal dari
bahasa Arab m؇[, yang berarti 'perdamaian'. Mula-mula islah digunakan
di lingkungan umat Islam, yaitu ketika dua kelompok yang bertikai segera
berislah atau berdamai'. Kini istilah itu sudah menjadi kata umum dalam kehidupan
sehari-hari.
Istilah rujuk lebih
menyiratkan makna bahwa apa-apa yang akan disatukan itu
sudah dalam keadaan bercerai. Istilah yang diserap dari bahasa Arab itu berarti 'kembali'. Semula rujuk digunakan di dalam hukum perkawinan Islam untuk menyatakan konsep 'menyatukan kembali suami istri yang telah dipisahkan oleh talak'. Pemakaian istilah rujuk itu kini meluas, misalnya untuk melambangkan konsep menyatukan kembali dua pihak yang telah berpisah akibat bertikai atau berselisih.
sudah dalam keadaan bercerai. Istilah yang diserap dari bahasa Arab itu berarti 'kembali'. Semula rujuk digunakan di dalam hukum perkawinan Islam untuk menyatakan konsep 'menyatukan kembali suami istri yang telah dipisahkan oleh talak'. Pemakaian istilah rujuk itu kini meluas, misalnya untuk melambangkan konsep menyatukan kembali dua pihak yang telah berpisah akibat bertikai atau berselisih.
Di dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara, sekarang muncul istilah rajuk nasional, untuk
menyatakan konsep 'menyatukan kembali pihak-pihak yang
telah berpisah atau terpisahkan ke dalam wadah nasional yang satu, Indonesia'.
telah berpisah atau terpisahkan ke dalam wadah nasional yang satu, Indonesia'.
Rakyat dan Masyarakat
Kata rakyat dan masyarakat mempunyai makna yang mirip.
Kata rakyat berkaitan dengan sebuah
negara, sedangkan kata masyarakat berkenaan dengan kelompok sosial
yang tinggal di suatu wilayah negara. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata rakyat berarti 'segenap penduduk suatu negara,
sedangkan masyarakat berarti 'sejumlah manusia yang terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama'. Di dalam bahasa Inggris kata rakyat
maknanya sama dengan kata people dan di dalam bahasa Belanda disamakan
maknanya dengan kata volks.
Padanan kata masyarakat di dalam
bahasa Inggris adalah community. Makna kata itu berkaitan dengan adat-istiadat
dan budaya yang sama, seperti dalam ungkapan masyarakat desa, yaitu
kelompok sosial yang terikat oleh kesamaan tatanan dan tradisi serta pola
hidup yang berlaku di lingkungan perdesaan.
Pertandingan dan Perlombaan
Jika kita cermati, kata pertandingan
dan perlombaan mempunyai persamaan dan perbedaan arti.
Persamaannya ialah bahwa kedua
kata tersebut sama-sama mengandung arti 'persaingan'. Sebuah pertandingan akan
berlangsung seru apabila terjadi persaingan yang kuat antarpihak yang
bertanding. Begitu pula perlombaan. Sebuah perlombaan akan sangat menarik
apabila peserta perlombaan itu bersaing ketat. Di samping persamaan sebagaimana
dikemukakan di atas, kata pertandingan dan perlombaan mempunyai
perbedaan arti. Kata pertandingan dibentuk dari kata dasar tanding. Di
dalam kamus kata tanding mempunyai dua arti (1) 'seimbang atau sebanding'
dan (2) 'satu lawan satu'. Dari kata tanding itu kemudian diturunkan,
antara lain, kata bertanding yang berarti 'berlawanan', mempertandingkan
yang berarti 'membuat bertanding dengan menghadapkan dua pemain atau dua
regu'. Dengan demikian, dapat dicatat bahwa dalam kata pertandingan
tersirat makna dua pihak yang berhadapan. Berikut contoh pemakaiannya dalam
kalimat. (1) Pertandingan
sepak bola itu tetap berlangsung walaupun diguyur hujan.
(2) Televisi swasta itu menyiarkan
secara langsung pertandingan tinju profesional secara rutin.
Pada kedua contoh di atas kata pertandingan digunakan untuk jenis olahraga
yang menghadapkan dua pihak. Pada jenis olahraga sepak bola pihak yang berhadapan
adalah dua kesebelasan dan pada olahraga tinju pihak yang berhadapan adalah dua
orang petinju. Kata perlombaan diturunkan dari kata dasar lomba.
Kata lomba mempunyai dua arti, yaitu 'adu' (kecepatan, keterampilan;
ketangkasan). Kata lomba itu diturunkan menjadi perlombaan yang
berarti 'kegiatan mengadu ketangkasan atau keterampilan'. Dengan demikian,
persaingan dalam sebuah perlombaan antarpihak yang terlibat tidak saling
berhadapan sebagaimana dalam pertandingan. Di bawah ini diberikan contoh
pemakaian kata perlombaan dalam kalimat. (3)
Panitia Peringatan Hari Proklamasi
menyelenggarakan berbagai perlombaan, seperti balap karung, balap
bakiak, dan lomba lari. (4) Salah
satu perlombaan yang banyak peminatnya adalah baca puisi. Dari dua
contoh di atas jelaslah bahwa yang terlibat dalam setiap kegiatan tersebut
tidak hanya dua pihak yang saling berhadapan, tetapi dapat terdiri atas
beberapa pihak dan tidak saling berhadapan seperti pada pertandingan.
Perluasan Makna
Perubahan maujud yang ditunjuk oleh
lambang bunyi bahasa (kata) tertentu tidak selalu harus diikuti oleh penciptaan
kata baru.
Bahkan, perubahan yang sangat
radikal sekalipun sering tidak diikuti oleh perubahan nama, seperti yang
terjadi pada kata kereta api dan saudara. Hal
itu terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan bahasa dalam fungsinya sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
itu terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan bahasa dalam fungsinya sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kata kereta api semula
digunakan untuk mengacu pada 'benda yang berfungsi
sebagai sarana transportasi yang berupa kendaraan (kereta) beroda besi dan
dijalankan di atas rel besi dengan tenaga penggerak yang berasal dari api kayu bakar atau batu bara’. Namun, di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bahan bakar pembangkit tenaga yang digunakan
diganti dengan solar dan mesin penggeraknya adalah mesin diesel. Bahkan, ada
yang digerakkan/dijalankan dengan tenaga listrik. Meskipun mesin penggerak
dan tenaga pembangkitnya sudah diganti, penyebutan benda itu tetap saja kereta api, bukan "kereta solar". Namun, sesuai dengan bahan pembangkit tenaganya alih-alih orang menyebutnya dengan menambahkan kata keterangan diesel atau listrik sehingga menjadi kereta api diesel dan kereta api
listrik, yang alih-alih disebut kereta listrik.
sebagai sarana transportasi yang berupa kendaraan (kereta) beroda besi dan
dijalankan di atas rel besi dengan tenaga penggerak yang berasal dari api kayu bakar atau batu bara’. Namun, di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bahan bakar pembangkit tenaga yang digunakan
diganti dengan solar dan mesin penggeraknya adalah mesin diesel. Bahkan, ada
yang digerakkan/dijalankan dengan tenaga listrik. Meskipun mesin penggerak
dan tenaga pembangkitnya sudah diganti, penyebutan benda itu tetap saja kereta api, bukan "kereta solar". Namun, sesuai dengan bahan pembangkit tenaganya alih-alih orang menyebutnya dengan menambahkan kata keterangan diesel atau listrik sehingga menjadi kereta api diesel dan kereta api
listrik, yang alih-alih disebut kereta listrik.
Kata-kata lain yang mengacu pada
benda yang mengalami perubahan struktur maujud seperti kereta api ialah
kata berlayar.
Kata lain yang memiliki perkembangan makna ialah kata bapak, ibu, adik,
dan saudara.
Kata lain yang memiliki perkembangan makna ialah kata bapak, ibu, adik,
dan saudara.
Kata berlayar mengandung
makna 'bepergian dengan menggunakan perahu layar'.
Dalam perkembangannya, kata itu mengalami perkembangan makna, yaitu bepergian melalui lintas laut atau lintas sungai dengan menggunakan sarana angkutan laut atau sarana angkutan sungai, baik yang masih menggunakan layar maupun yang sudah tidak menggunakan layar.
Dalam perkembangannya, kata itu mengalami perkembangan makna, yaitu bepergian melalui lintas laut atau lintas sungai dengan menggunakan sarana angkutan laut atau sarana angkutan sungai, baik yang masih menggunakan layar maupun yang sudah tidak menggunakan layar.
Kata bapak, ibu, adik, abang,
dan saudara semula hanya digunakan untuk
mengacu pada orang yang memiliki pertalian darah. Akan tetapi, sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan budaya masyarakat, kata-kata itu mengalami
perluasan makna. Kata-kata tersebut tidak hanya digunakan untuk menyebutkan
orang-orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan sedarah, tetapi juga digunakan untuk menyapa bukan kerabat sebagai tanda hormat atau kedekatan orang yang disapa.
mengacu pada orang yang memiliki pertalian darah. Akan tetapi, sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan budaya masyarakat, kata-kata itu mengalami
perluasan makna. Kata-kata tersebut tidak hanya digunakan untuk menyebutkan
orang-orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan sedarah, tetapi juga digunakan untuk menyapa bukan kerabat sebagai tanda hormat atau kedekatan orang yang disapa.
Kata yang biasa digunakan untuk
menyebut atau menyapa dengan rasa hormat dan rasa kedekatan hubungan
persahabatan, antara lain, ialah bang atau bung,
seperti Bang Ali, sebagai panggilan/sapaan akrab kepada mantan Gubernur
DKI, Bapak Ali Sadikin, dan Bung Tomo, sebagai panggilan/sapaan
akrab kepada dokter Soetomo, atau Bung Karno, sebagai panggilan/sapaan akrab kepada Ir. Soekarno, seorang tokoh pejuang dan proklamator kemerdekaan Republik Indonesia.
seperti Bang Ali, sebagai panggilan/sapaan akrab kepada mantan Gubernur
DKI, Bapak Ali Sadikin, dan Bung Tomo, sebagai panggilan/sapaan
akrab kepada dokter Soetomo, atau Bung Karno, sebagai panggilan/sapaan akrab kepada Ir. Soekarno, seorang tokoh pejuang dan proklamator kemerdekaan Republik Indonesia.
Penjualan dan Pemasaran
Selling (Inggris) dalam bahasa Indonesia
dipadankan dengan perjualan, sedangkan marketing (Inggris)
dipadankan dengan pemasaran.
Secara sepintas kedua konsep
itu seperti tidak berbeda. Akan tetapi, sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan
yang tajam. Konsep penjualan dimulai dengan produk yang sudah ada dan
perlu dilakukan usaha keras agar tercapai penjualan yang menghasilkan laba.
Konsep pemasaran dimulai dengan sasaran pelanggan perusahaan, kemudian
memadukan dan mengoordinasikan semua kegiatan yang akan mempengaruhi kepuasan
pelanggan sehingga perusahaan akan mencapai laba melalui upaya penciptaan
dengan mempertahankan kepuasan pelanggan itu. Berikut beberapa istilah yang
erat kaitannya dengan penjualan dan pemasaran produk atau jasa.
(1) Retailing (Inggris)
dipadankan dengan penjualan (secara) eceran. Semua
kegiatan penjualan barang dan jasa untuk pemakaian pribadi/rumah tangga
dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. (2)
Franchising (Inggris) dipadankan dengan waralaba, yakni salah
satu tipe kepemilikan retailing dengan persetujuan kontrak oleh
perusahaan induk dan perusahaan kecil. Di dalam persetujuan kontrak tersebut,
perusahaan besar menjamin perusahaan kecil/individu (franchise) akan
hak menjalankan usaha dalam kondisi tertentu. Salah satu keuntungan membeli franchise
adalah pewaralaba tetap independen meskipun tidak sepenuhnya, tetapi
memperoleh manfaat dari nama merek dan pengalaman dari jaringan franchising
itu. (3) Multilevel marketing
(MLM) dipadankan dengan pemasaran bertingkat, pemasaran
berlapis, pemasaran berjenjang, atau piramida penjualan. MLM adalah salah satu
variasi penjualan produk atau jasa dengan cara perekrutan distributor atau
usahawan independen dan para distributor tersebut bertindak sebagai
distributor untuk produk mereka. Selanjutnya, para distributor tersebut akan
merekrut dan menjual barang kepada subdistributor yang akhirnya subdistributor
akan merekrut orang lain lagi untuk menjual produk mereka. Imbalan yang akan
diperoleh distributor adalah persentase penjualan terhadap total penjualan
kelompok yang direkrut distributor tersebut. Hal itu berarti bahwa setiap
distributor memperoleh manfaat dengan mengembangkan jaringan seluas-luasnya
sehingga memperoleh pendapatan yang dihitung berdasarkan keaktifan jaringannya.
Penggunaan kepada
Kata kepada yang sering kita
lihat dalam
penulisan alamat surat, sebenarnya demi kecermatan berbahasa, tidak perlu lagi digunakan.
penulisan alamat surat, sebenarnya demi kecermatan berbahasa, tidak perlu lagi digunakan.
Tanpa digunakannya kata kepada pun alamat surat yang dimaksud sudah
jelas. Dalam hal itu, cukup digunakan frasa Yang Terhornat yang disingkat Yth. (diakhiri
tanda titik). Oleh karena
itu, penulisan alamat surat sebaiknya sebagai berikut.
Yth. Sdr.
Endang Pratiwi
Jalan
Gelatik Dalam X/151 A
Bandung
40133
Singkatan kata atau kata
untuk gelar akademis, pangkat, dan jabatan pada penulisan alamat surat tidak
perlu diawali dengan kata sapaan Bapak atau Ibu karena gelar
akademis dan pangkat itu sudah merupakan penghargaan kepada orang yang akan
dikirimi surat. Akan tetapi, apabila adat-istiadat setempat mengharuskan
pencantuman kata sapaan, penggunaannya dapat dibenarkan walaupun sebenarnya
merupakan hal mubazir.
untuk gelar akademis, pangkat, dan jabatan pada penulisan alamat surat tidak
perlu diawali dengan kata sapaan Bapak atau Ibu karena gelar
akademis dan pangkat itu sudah merupakan penghargaan kepada orang yang akan
dikirimi surat. Akan tetapi, apabila adat-istiadat setempat mengharuskan
pencantuman kata sapaan, penggunaannya dapat dibenarkan walaupun sebenarnya
merupakan hal mubazir.
Contoh:
Yth. Dr.
Sudrajat Yth.
Prof. Dr. Sanjaya
Jalan
Daksinapati 1000 Jalan Kasunanan
Jakarta
13220
Jakarta 13220
Pemirsa dan Pirsawan
Kata pirsa jika diberi
imbuhan pe- menjadi pemirsa. Kata pirsa (berkategori
verba) berasal dari daerah yang berarti ‘tahu’ atau ‘melihat’. Kata pemirsa,
berarti ‘orang yang melihat atau mengetahui’. Kata itu kemudian digunakan
sebagai istilah di dalam media massa elektronik, khususnya televisi yang secara
khusus diberi makna ‘orang yang menonton/melihat siaran televisi atau penonton
televisi’.
Prefiks pe- (bertalian dengan
prefiks verbal me-) di dalam bahasa Indonesia, antara lain, mengandung
makna ‘orang yang me-‘ atau ‘orang yang melakukan’. Kata pirsawan
sebaiknya dihindari sebab kata itu dibentuk dari kata dasar verba pirsa dan
imbuhan –wan, yang merupakan bentuk kata tak lazim. Imbuhan –wan lazim
dilekatkan pada kata dasar yang berupa nomina rupa, Ã rupawan, harta
à hartawan, dan warta à wartawan; atau dilekatkan pada
adjektiva, seperti setia à setiawan.
Pemimpin dan Pimpinan
Kata pemimpin dan p[impinan
sama-sama merupakan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Kedua kata itu dapat
digunakan dalam pemakaian bahasa Indonesia dengan makna yang berbeda.
Kata pemimpin mengandung dua makna,
yaitu"orang yang memimpin' dan 'petunjuk' atau 'pedoman'. Dari maknanya
yang kedua dapat diketahui bahwa buku, misalnya, yang digunakan sebagai
petunjuk atau pedoman, selain dapat disebut buku petunjuk atau buku pedoman,
juga disebut buku pemimpin.
Kata pimpinan ada hubungannya dengan memimpin. Dalam hal ini, pimpinan merupakan hasil dari proses memimpin.
Kata pimpinan juga mempunyai arti lain, yaitu 'kumpulan para pemimpin'. Dalam pengertian itu, kata pimpinan lazim digunakan dalam ungkapan seperti rapat pimpinan, unsur pimpinan, atau pimpinan unit.
Sejalan dengan itu, akhiran -an pada kata pimpinan bermakna 'kumpulan', yakni 'kumpulan para pemimpin'.
Kata pimpinan ada hubungannya dengan memimpin. Dalam hal ini, pimpinan merupakan hasil dari proses memimpin.
Kata pimpinan juga mempunyai arti lain, yaitu 'kumpulan para pemimpin'. Dalam pengertian itu, kata pimpinan lazim digunakan dalam ungkapan seperti rapat pimpinan, unsur pimpinan, atau pimpinan unit.
Sejalan dengan itu, akhiran -an pada kata pimpinan bermakna 'kumpulan', yakni 'kumpulan para pemimpin'.
Paradigma
Ada sebagian orang yang menanyakan
arti kata paradigma.
Apakah yang dimaksud dengan
istilah paradigma, seperti dalam contoh kalimat
berikut.
berikut.
(1)
TNI sekarang hadir dengan paradigma baru.
(2)
PDI P mengalami pergeseran paradigma.
Paradigma berasal dari bahasa
Yunani Kuno, para- dan deiknynai,
yang berarti 'mempertunjukkan'. Bahasa Indonesia menyerap kata itu dari bahasa Inggris paradigm yang berarti 'contoh' atau 'pola' atau 'bentukan dari
sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut', atau
'model dalam teori ilmu pengetahuan'. Kemudian, kata itu diserap ke dalam
bahasa Indonesia melalui penyesuaian ejaan dan lafal menjadi paradigma.
Yunani Kuno, para- dan deiknynai,
yang berarti 'mempertunjukkan'. Bahasa Indonesia menyerap kata itu dari bahasa Inggris paradigm yang berarti 'contoh' atau 'pola' atau 'bentukan dari
sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut', atau
'model dalam teori ilmu pengetahuan'. Kemudian, kata itu diserap ke dalam
bahasa Indonesia melalui penyesuaian ejaan dan lafal menjadi paradigma.
Di dalam perkembangan maknanya kata
itu mengalami penambahan dan pengurangan. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tidak ditemukan kata paradigma yang berarti 'contoh'
atau 'pola'. Akan tetapi, di dalam kamus itu ada penambahan makna yang
barkaitan dengan 'kerangka berpikir'. Penggunaan kata paradigma pada
kalimat (1) dan (2) berkaitan dengan 'kerangka berpikir' itu.
Paling Lama atau Paling Lambat
Di dalam berbagai pasal undang-undang
yang mengatur sanksi sering ditemukan istilah paling lama dan paling
lambat.
Kadang-kadang kedua istilah
itu digunakan secara tidak tepat, sebagaimana contoh berikut.
(1)
Putusan pengadilan tingkat banding diucapkan paling lama dua
minggu
setelah sidang banding pertama dilakukan.
Contoh
itu terasa tidak masuk akal karena sebuah putusan tidak diucapkan sampai
mencapai durasi paling lama dua minggu. Bukankah pengucapan sesuatu hanya
berlangsung sesaat?
itu terasa tidak masuk akal karena sebuah putusan tidak diucapkan sampai
mencapai durasi paling lama dua minggu. Bukankah pengucapan sesuatu hanya
berlangsung sesaat?
Yang dimaksud dengan pernyataan pada
kalimat (1) ialah 'batas waktu', atau 'batas akhir' pengeluaran putusan, bukan
lama waktu sesuatu diucapkan. Untuk itu, istilah yang tepat ialah paling
lambat, bukan paling lama dan verba yang digunakan bukan diucapkan,
melainkan misalnya dikeluarkan sehingga kalimat (1) itu diperbaiki
seperti berikut.
(la) Putusan pengadilan
tingkat banding dikeluarkan paling lambat dua
minggu setelah sidang banding pertama dilakukan.
Istilah paling lama
digunakan untuk menunjukkan 'rentang waktu',
'durasi', atau 'lama waktu sesuatu berlangsung' seperti pernyataan berikut ini.
'durasi', atau 'lama waktu sesuatu berlangsung' seperti pernyataan berikut ini.
(2)
... dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Paling lama pada contoh (2)
berarti 'rentang waktu terkena pidana penjara' atau 'lama waktu pidana penjara berlangsung'.
berarti 'rentang waktu terkena pidana penjara' atau 'lama waktu pidana penjara berlangsung'.
Selain paling lambat pada
kalimat (la) dan paling lama pada kalimat (2),
dapat juga digunakan selambat-lambatnya dan selama-lamanya sehingga
masing-masing dapat diubah seperti berikut.
dapat juga digunakan selambat-lambatnya dan selama-lamanya sehingga
masing-masing dapat diubah seperti berikut.
(1b) Putusan
pengadilan tingkat banding diucapkan selambat-lambatnya dua minggu
setelah sidang banding pertama dilakukan.
(2a) ... dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda paling banyak Rp l.000.000.000,
00
(satu miliar rupiah).
(satu miliar rupiah).
Paling lama juga bermakna 'terlama' seperti
contoh berikut.
(3)
Saya pernah menetap di beberapa kota,
tetapi yang paling lama/ terlama di Jakarta.
tetapi yang paling lama/ terlama di Jakarta.
Paling
lambat tidak selalu
bermakna 'terlambat' sebab terlambat dapat juga bermakna 'telah lewat
waktu'. Pertimbangkan contoh berikut.
(4) Dia peserta yang terlambat/paling
lambat, bukan peserta yang tercepat dalam lomba lari cepat pagi ini.
(5)la tidak boleh masuk sebab datang
terlambat.
Makna terlambat pada kalimat
(4) berarti 'paling lambat' atau 'paling rendah
kecepatannya di antara peserta', tetapi terlambat pada kalimat (5) berarti
'telah lewat waktu' atau 'telah lewat batas akhir' (masuk).
kecepatannya di antara peserta', tetapi terlambat pada kalimat (5) berarti
'telah lewat waktu' atau 'telah lewat batas akhir' (masuk).
Nyaris dan Hampir
Kata hampir
dan nyaris mempunyai kemiripan arti. Keduanya menyatakan hal yang
dekat dengan peristiwa atau keadaan tertentu.
Perbedaannya
ialah bahwa kata hampir bersifat netral; mungkin berkaitan dengan hal
yang tidak diinginkan, mungkin pula tidak. Kata nyaris cenderung
dikaitkan dengan peristiwa yang tidak diinginkan: bahaya, kecelakaan,
kemalangan, dan sebagainya.
(1) Mobil
kami hampir kehabisan bensin ketika sampai di Semarang.
(2)
Kedua pesawat penumpang itu nyaris bertabrakan.
Kata hampir mengandung
makna ‘belum’ dan mengisyaratkan bahwa peristiwa yang dimaksudkan itu
selanjutnya dapat terjadi. Pada kalimat (1), misalnya, mobil itu dapat
benar-benar kehabisan bensin setelah melewati Semarang. Contoh lain terdapat
pada kalimat berikut ini.
(3) Hari
sudah hampir malam.
Kata nyaris tidak mengisyaratkan
berlangsungnya suatu proses. Pada kalimat (2) di atas, misalnya, tidak
diisyaratkan bahwa peristiwa tabrakan betul-betul terjadi sesudah itu. Dalam
hal ini, kata nyaris sepadan dengan hampir saja seperti pada
kalimat berikut.
(4) Kedua
pesawat penumpang itu hampir saja bertabrakan.
Untuk peristiwa yang tidak ada
hubungannya dengan bahaya atau kecelakaan, kita dapat menggunakan hampir
saja dan bukan nyaris.
Contohnya seperti pada
kalirnat berikut ini.
(5) Ia hampir
saja menjadi juara dalam turnamen itu.
Untuk menyatakan hal yang
mendekati keadaan atau sifat tertentu dapat digunakan kata hampir-hampir dan
bukan nyaris. Berikut ini contohnya.
(6)
Gerakannya hampir-hampir sempurna.
(7) Ia
manusia yang hampir-hampir tidak mengenal menyerah.
Setelah memperhatikan
pengertian dan perbedaan kata nyaris dan hampir itu, diharapkan
kita dapat lebih cermat dalam mempergunakannya sesuai dengan keperluan kita.
Menyolok atau Mencolok
Kata menyolok dan mencolok
sama-sama sering digunakan oleh pemakai bahasa Indonesia. Meskipun demikian, di
antara keduanya hanya satu bentukan yang sesuai dengan kaidah pembentukan kata
bahasa Indonesia.
Untuk mengetahui bentukan kata yang
benar, kita perlu mengetahui kata dasar dari bentukan itu. Untuk itu, kita dapat
memeriksanya dalam kamus. Dalam kamus bahasa Indonesia, terutama Kamus Besar
Bahasa Indonesia, ternyata hanya ada kata dasar colok. Tampaknya,
perbedaan bentukan kata itu timbul karena adanya perbedaan pemahaman mengenai
proses terjadinya bentukan kata itu. Sesuai dengan kaidah, kata dasar yang
berawal dengan fonem /c/, misalnya cuci dan cium, jika
mendapat imbuhan me-, bentuknya menjadi mencuci dan mencium, bukan
menyuci dan menyium, karena fonem /c/ pada awal kata dasar
tidak luluh. Sejalan dengan penjelasan tersebut, kata dasar colok yang
juga berawal dengan fonem /c/, jika mendapat imbuhan me-, bentuknya
menjadi mencolok, bukan menyolok. Dengan demikian, dalam bahasa
Indonesia bentuk kata yang baku adalah mencolok bukan menyolok.
Kata mencolok di samping mempunyai makna ‘menusuk benda ke mata’, juga
dapat bermakna ‘perbedaan yang sangat tajam’. Perbedaan makna tersebut dapat
dilihat dari konteks penggunaannya. Contoh:
(1) Anak itu mencolok mata
adiknya dengan telunjuknya. (2) Perbedaan
pendapatan antara masyarakat desa dan masyarakat kota sangat mencolok.
Mengkritik atau Mengkritisi?
Dalam berbagai wawancara kita sering
mendengar orang mengatakan mengkritisi, seperti dalam kalimat Kita harus tetap
mau mengkritisi pemerintah agar kinerja bertambah baik. Betulkah pemakaian kata
mengkritisi itu?
Kritik (nomina) dan critics
(Inggris) dapat diturunkan menjadi verba mengkritik, yang berarti ‘melakukan
kritik’ atau ‘memberikan kritik’ (Inggris: to criticize atau to give critical
opinion). Mengkritisi merupakan bentuk yang salah karena seharusnya mengkritik,
yang berasal dari meng- + kritik, seperti juga meng- + gunting dan men- +
cangkul. Walaupun kritik, gunting, dan cangkul berkelas nomina, menggunting,
mengkritik, dan mencangkul berkelas verba.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan kata kritisi dan kritikus, tetapi nomina itu tidak dibentuk menjadi verba. Jadi, bentuk mengkritik. Bukankahà yang benar adalah meng + kritik (pangkal verba) kita juga tidak mengatakan mempolitisi, mengakademisi, dan memusisi, tetapi mempolitik (kan), mengakademikan, dan memusik (kan).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan kata kritisi dan kritikus, tetapi nomina itu tidak dibentuk menjadi verba. Jadi, bentuk mengkritik. Bukankahà yang benar adalah meng + kritik (pangkal verba) kita juga tidak mengatakan mempolitisi, mengakademisi, dan memusisi, tetapi mempolitik (kan), mengakademikan, dan memusik (kan).
Dalam berbagai wawancara kita sering
mendengar orang mengatakan mengkritisi, seperti dalam kalimat Kita harus tetap
mau mengkritisi pemerintah agar kinerja bertambah baik. Betulkah pemakaian kata
mengkritisi itu?
Kritik (nomina) dan critics (Inggris) dapat diturunkan menjadi verba mengkritik, yang berarti ‘melakukan kritik’ atau ‘memberikan kritik’ (Inggris: to criticize atau to give critical opinion). Mengkritisi merupakan bentuk yang salah karena seharusnya mengkritik, yang berasal dari meng- + kritik, seperti juga meng- + gunting dan men- + cangkul. Walaupun kritik, gunting, dan cangkul berkelas nomina, menggunting, mengkritik, dan mencangkul berkelas verba.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan kata kritisi dan kritikus, tetapi nomina itu tidak dibentuk menjadi verba. Jadi, bentuk mengkritik. Bukankahà yang benar adalah meng + kritik (pangkal verba) kita juga tidak mengatakan mempolitisi, mengakademisi, dan memusisi, tetapi mempolitik (kan), mengakademikan, dan memusik (kan).
Kritik (nomina) dan critics (Inggris) dapat diturunkan menjadi verba mengkritik, yang berarti ‘melakukan kritik’ atau ‘memberikan kritik’ (Inggris: to criticize atau to give critical opinion). Mengkritisi merupakan bentuk yang salah karena seharusnya mengkritik, yang berasal dari meng- + kritik, seperti juga meng- + gunting dan men- + cangkul. Walaupun kritik, gunting, dan cangkul berkelas nomina, menggunting, mengkritik, dan mencangkul berkelas verba.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan kata kritisi dan kritikus, tetapi nomina itu tidak dibentuk menjadi verba. Jadi, bentuk mengkritik. Bukankahà yang benar adalah meng + kritik (pangkal verba) kita juga tidak mengatakan mempolitisi, mengakademisi, dan memusisi, tetapi mempolitik (kan), mengakademikan, dan memusik (kan).
Menghindari dan Menghindarkan
Kata menghindari
dan menghindarkan tidak dibentuk dari kata dasar hindar serta
imbuhan me-…-i dan me-…-kan, tetapi berasal dan bentuk hindari
dan hindarkan yang mendapat awalan me-.
Kedua kata itu pemakaiannya sering dikacaukan karena pada umumnya orang
menganggap bahwa kedua kata itu memiliki makna yang sama. Akibatnya, kedua
kalimat seperti berikut ini dianggap mengandung informasi yang sama.
(1) Kami telah berusaha menghindari kesulitan.
(2) Kami telah berusaha menghindarkan kesulitan.
Jika kita cermati, tampak bahwa kedua kalimat itu sebenamya berbeda.
Pemakaian kata menghindari mengisyaratkan bahwa yang bergerak
bukanlah objek, melainkan subjek atau pelakunya. Dengan demikian, kesulitan yang
merupakan objek kalimat (1) sebenamya tetap ada dan juga tetap tidak teratasi
karena subjek kami yang bergerak pada kalimat itu hanya mengupayakan
atau mencari jalan yang lain agar tidak berhadapan dengan kesulitan. Hal
itu berbeda dengan penggunaan kata menghindarkan pada kallmat (2). Pada
kalimat (2) itu yang bergerak adalah objeknya, yaitu kesulitan bukan
subjeknya. Karena bergerak, kesulitan itu sudah teratasi sehingga tidak ada
lagi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan contoh pemakaian kata menghindari
dan menghindarkan, yang tepat dengan objek yang konkret.
(3) Kecelakaan itu terjadi karena sopir bus tidak dapat menghindari
sedan yang melaju dari arah depan.
(4) Dia sudah berusaha menghindarkan mobil yang
dikendarainya itu dari terjngan bus kota.
Kedua contoh tersebut diharapkan dapat memperjelas penggunaan kata menghindari
dan menghindarkan pada khususnya dan imbuhan -i serta -kan
pada umumnya. Sebagai patokan, perlu dipahami bahwa kalimat yang predikatnya
berupa kata kerja yang berakhiran -i secara umum, objeknya tidak
bergerak. Sebaliknya, jika predikatnya berupa kata kerja yang berakhiran -kan,
lazimnya objek kalimat itu bergerak. Ciri makna tentang bergerak atau tidak
bergeraknya objek juga tampak pada kalimat yang predikatnya berupa kata melempari
dan melemparkan seperti di bawah ini.
(5) Anak itu melempari mangga dengan batu.
(6) Toto melemparkan mangga itu ke dalam keranjang.
Objek mangga pada kalimat (5) memperlihatkan ciri makna yang berbeda
dengan mangga pada kalimat (6). Pada kalimat (5) mangga merupakan
objek yang tidak bergerak, sedangkan pada kalimat (6) mangga merupakan
objek yang bergerak.
Mengapa Realestat dan Estat?
Beberapa nama permukiman baru, seperti
Taman Cipulir Estate dan Permata Bekasi Real
Estate diganti menjadi Estat Taman Cipulir dan Realestat
Permata Bekasi.
Tepatkah penggantian itu? Real
estate dan estate berasal dari bahasa Inggris dan termasuk
istilah bidang properti. Dalam bahasa asalnya, real estate
merupakan kata majemuk, yang berarti 'harta tak bergerak yang berupa tanah,
sumber alam, dan bangunan'. Istilah real estate dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi lahan yasan.
Lahan berarti 'tanah garapan', sedangkan yasan dalam bahasa Indonesia (yang diserap dari bahasa Jawa) berarti 'sesuatu yang dibuat atau didirikan'. Penerjemahan itu dilakukan berdasarkan konsep makna istilah yang dikandungnya, bukan berdasarkan makna kata demi kata. Contoh penerjemahan serupa terjadi pada kata supermarket yang dipadankan dengan pasar swalayan. Sementara itu, kata estate dapat diterjemahkan menjadi bumi, bentala, atau kawasan. Kata mana yang hendak dipilih ditentukan oleh konteks penggunaan kata itu. Untuk mengindonesiakan istilah industrial estate, kita dapat memilih kawasan industri. Untuk nama perumahan, kita dapat melakukan pilihan secara lebih leluasa.
Lahan berarti 'tanah garapan', sedangkan yasan dalam bahasa Indonesia (yang diserap dari bahasa Jawa) berarti 'sesuatu yang dibuat atau didirikan'. Penerjemahan itu dilakukan berdasarkan konsep makna istilah yang dikandungnya, bukan berdasarkan makna kata demi kata. Contoh penerjemahan serupa terjadi pada kata supermarket yang dipadankan dengan pasar swalayan. Sementara itu, kata estate dapat diterjemahkan menjadi bumi, bentala, atau kawasan. Kata mana yang hendak dipilih ditentukan oleh konteks penggunaan kata itu. Untuk mengindonesiakan istilah industrial estate, kita dapat memilih kawasan industri. Untuk nama perumahan, kita dapat melakukan pilihan secara lebih leluasa.
Harus diakui bahwa pemadanan kata real
estate itu dilakukan setelah
kata itu banyak digunakan, termasuk padanan kata untuk nama kawasan. Sebagai
akibatnya, orang sempat berpikir bahwa kata itu tidak mempunyai padanan. Hal
yang lazim terjadi adalah bahwa kata asing yang tidak berpadanan itu diserap
dengan penyesuaian ejaan dan lafal, seperti accurate, chocolate, conglomerate,
dan dictate yang masingmasing menjadi akurat, cokelat, konglomerat,
dan diktat. Itu sebabnya orang mengindonesiakan real estate
menjadi realestat. Bentuk kata yang terakhir itulah yang kemudian dipiIih
oleh para pengusaha di bidang pembangunan rumah tinggal walaupun kata lahan
yasan memiliki makna konsep yang sama.
kata itu banyak digunakan, termasuk padanan kata untuk nama kawasan. Sebagai
akibatnya, orang sempat berpikir bahwa kata itu tidak mempunyai padanan. Hal
yang lazim terjadi adalah bahwa kata asing yang tidak berpadanan itu diserap
dengan penyesuaian ejaan dan lafal, seperti accurate, chocolate, conglomerate,
dan dictate yang masingmasing menjadi akurat, cokelat, konglomerat,
dan diktat. Itu sebabnya orang mengindonesiakan real estate
menjadi realestat. Bentuk kata yang terakhir itulah yang kemudian dipiIih
oleh para pengusaha di bidang pembangunan rumah tinggal walaupun kata lahan
yasan memiliki makna konsep yang sama.
Lalu, bagaimana pelafalannya? Lafal realestat
sama dengan lafal suku kata yang
serupa pada kata akurat, cokelat, konglomerat, dan diktat, tidak dilafalkan [akuret], [cokelet], [konglomeret], dan [diktet]. Persoalan selanjutnya ialah mengapa realestat ditulis satu kata. Kata itu diperlakukan sebagai satu kata karena kita tidak mempertahankan makna unsur-unsurnya. Contoh serapan yang demikian adalah kudeta dari coup d'etat, dan prodeo dari pro deo.
serupa pada kata akurat, cokelat, konglomerat, dan diktat, tidak dilafalkan [akuret], [cokelet], [konglomeret], dan [diktet]. Persoalan selanjutnya ialah mengapa realestat ditulis satu kata. Kata itu diperlakukan sebagai satu kata karena kita tidak mempertahankan makna unsur-unsurnya. Contoh serapan yang demikian adalah kudeta dari coup d'etat, dan prodeo dari pro deo.
Jika kata realestat itu digunakan
untuk nama permukiman, susunan katanya
perlu diperhatikan agar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Misalnya: Realestat Cempaka, bukan Cempaka Realestat. Akan tetapi, jika
ternyata kita mempunyai kata Indonesia untuk makna konsep istilah asing tertentu, mengapa kita tidak memilih dan menggunakan istilah Indonesia dengan rasa bangga. Bukankah penggunaan kata nama berikut juga indah? Misalnya,
Bumi Kencana Indah, Bentala Sekar Melati, Pondok Mitra Lestari, dan Puri Kembangan.
perlu diperhatikan agar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Misalnya: Realestat Cempaka, bukan Cempaka Realestat. Akan tetapi, jika
ternyata kita mempunyai kata Indonesia untuk makna konsep istilah asing tertentu, mengapa kita tidak memilih dan menggunakan istilah Indonesia dengan rasa bangga. Bukankah penggunaan kata nama berikut juga indah? Misalnya,
Bumi Kencana Indah, Bentala Sekar Melati, Pondok Mitra Lestari, dan Puri Kembangan.
Menemui dan Menemukan
Di dalam percakapan sehari-hari kata
menemui dan menemukan sering dipertukarkan pemakaiannya, padahal
kedua kata itu berbeda.
Kedua kata itu diturunkan dari
kata dasar temu, yang sama-sama mendapat awalan meng-, tetapi
dengan akhiran yang berbeda. Akibatnya, terjadilah perbedaan bentuk, makna, dan
pemakaiannya. Urutan pembentukan kedua kata itu seperti berikut.
temu temukan menemukan
temui menemui
Kata menemukan berarti 'mendapatkan sesuatu yang belum pernah
ada'; 'mendapatkan sesuatu yang memang sudah ada sebelumnya'; 'mengalami' atau
'menderita'; 'mendapatkan'. Kita perhatikan contoh berikut.
(1) Marconi adalah orang pertama
yang menemukan pesawat radio. (2)
Columbus menemukan Benua Amerika
pada 1492. Marconi menemukan benda teknologi (radio) yang
belum pernah ditemukan sebelumnya, tetapi Columbus menemukan Benua
Amerika yang memang sudah ada. Radio adalah sebuah temuan atau invensi
(invention), tetapi temuan (discovery) Columbus tidak
dapat disebut invensi. Kata menemui memiliki banyak arti, antara
lain, 'menjumpai' atau 'mengunjungi', seperti dalam contoh berikut. (3)
Besok kami akan menemui
(mengunjungi) penghuni panti jompo. (4)
Ketika sampai, saya akan segera menemui
(menjumpai) ketua yayasannya. Kata menemui juga
digunakan dalam ungkapan menemui ajal, yang berarti 'memenuhi
(panggilan) ajal', seperti dalam kalimat berikut. (5)
Manusia jangan hanya berpikir bahwa
hidup ini hanya sekadar menemui takdir lllahi. Di samping
itu, kata menemui juga berarti 'memenuhi kesepakatan', seperti pada
contoh berikut ini. (6) Saya datang
kemari untuk menemui janji ayahmu.
Menanyakan dan Mempertanyakan
Kata menanyakan dan mempertanyakan
dibentuk dari kata dasar yang sama, yaitu tanya. Yang berbeda adalah imbuhan dan pengimbuhannya.
Perbedaan imbuhan yang melekat pada kata dasar menyebabkan perbedaan arti pada
kata jadiannya. Arti kata menanyakan berbeda dari mempertanyakan.
Namun, pada kenyataannya, arti kedua kata jadian itu sering dianggap sama,
seperti contoh berikut.
(1) Kepada penceramah seorang peserta menanyakanlmempertanyakan
bantuan dana yang telah digulirkan pemerintah.
Pemakaian kedua kata di atas tentu
dengan makna yang berbeda. Berdasarkan konteksnya, kalimat di atas itu
mengandung maksud bahwa ada peserta yang meminta penjelasan penceramah tentang
bantuan dana yang telah digulirkan pemerintah. Karena maksudnya hanya satu,
padahal dilambangkan dengan dua kata yang berbeda, yaitu menanyakan dan mempertanyakan,
tentu pemakaian itu tidak tepat. Oleh karena itu, harus dipilih salah satu di
antara kedua kata itu. Lalu,
manakah yang tepat di antara kedua kata tersebut?
manakah yang tepat di antara kedua kata tersebut?
Untuk dapat menentukan pilihan yang
tepat, harus lebih dahulu diketahui perbedaan makna menanyakan dan mempertanyakan.
Kata menanyakan
berarti 'meminta keterangan tentang sesuatu' dan kata mempertanyakan
berarti 'mempersoalkan' atau 'menjadikan sesuatu sebagai bahan
bertanya-tanya'. Perbedaannya adalah bahwa kata menanyakan menuntut
jawaban langsung, sedangkan mempertanyakan meminta penjelasan. Dengan
demikian, untuk maksud di atas, lebih tepat digunakan kata menanyakan
seperti berikut.
berarti 'meminta keterangan tentang sesuatu' dan kata mempertanyakan
berarti 'mempersoalkan' atau 'menjadikan sesuatu sebagai bahan
bertanya-tanya'. Perbedaannya adalah bahwa kata menanyakan menuntut
jawaban langsung, sedangkan mempertanyakan meminta penjelasan. Dengan
demikian, untuk maksud di atas, lebih tepat digunakan kata menanyakan
seperti berikut.
(2) Kepada penceramah seorang peserta
menanyakan bantuan dana yang digunakan pemerintah.
Kata mempertanyakan digunakan
seperti pada kalimat berikut.
(3)Beberapa orang mempertanyakan
kehadiran tokoh itu.
(4) Masyarakat mempertanyakan
keberadaan pedagang kaki lima di lingkungannya.
Kalimat (3) dan (4) di atas
masing-masing mengandung maksud bahwa 'sejumlah orang yang bertanya-tanya
tentang keberadaan tokoh itu' dan 'masyarakat bertanya-tanya
tentang keberadaan kaki lima’. Untuk itu, mereka membutuhkan penjelasan dari
pihak tertentu. Jadi, kalimat (3) dan (4) tidak menghendaki jawaban ya-tidak,
tetapi penjelasan.
tentang keberadaan kaki lima’. Untuk itu, mereka membutuhkan penjelasan dari
pihak tertentu. Jadi, kalimat (3) dan (4) tidak menghendaki jawaban ya-tidak,
tetapi penjelasan.
Masyarakat Madani
Kata madani berarti
'berhubungan dengan kota Madinah"
Pada masa Nabi Muhammad SAW.
masyarakat kota Madinah sudah berperadaban inggi, santun, menghormati
pendatang, patuh kepada norma dan hukum yang berlaku, memiliki rasa toleransi
yang tinggi yang dilandasi penguasaan iman, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Atas dasar pernalaran tersebut,
"masyarakat madani" berarti masyarakat
yang memiliki peradaban tinggi, santun, menjunjung tinggi norma dan hukum yang berlaku yang dilandasi penguasaan iman, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
yang memiliki peradaban tinggi, santun, menjunjung tinggi norma dan hukum yang berlaku yang dilandasi penguasaan iman, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Di dalam perkembangan kontak budaya
"masyarakat madani" digunakan
sebagai padanan kata Inggris civil society.
sebagai padanan kata Inggris civil society.
Manakah yang benar mempercayai atau memercayai?
Dalam pemakaian bahasa sehari-hari,
dijumpai bentuk penulisan atau pengungkapan kata mempercayai (p tidak
luluh) dan memercayai (p luluh).
Keadaan semacam itu menunjukkan
belum ada keseragaman di antara pemakai bahasa. Luluh tidaknya bunyi seperti
ditunjukkan pada kasus di atas disebabkan, terutama, oleh dua hal. Pertama,
sangkaan orang bahwa suku pertama pada kata itu sama dengan imbuhan atau tidak.
Jika p-e-r itu disangka sama dengan imbuhan, bunyi p tidak diluluhkan
sehingga dipakai bentuk seperti mempercayai, memperkarakan, memperkosa. Sebaliknya,
jika p-e-r itu dipandang tidak sama dengan imbuhan, bunyi p diluluhkan
sehingga digunakan bentuk memercayai, memergoki, memerlukan. Kedua,
anggapan orang bahwa bentuk dasarnya masih asing atau tidak. Jika bentuk dasar
itu dianggap asing, bunyi p cenderung tidak diluluhkan sehingga muncul
bentuk seperti mempermutasi, mempersentasekan, mempermanenkan. Dapat
ditambahkan, jika bentukan yang dihasilkan akan terasa mengaburkan bentuk
dasar, orang juga cenderung tidak meluluhkan bunyi p itu, seperti pada mempascasarjanakan,
mempanglimakan.Bunyi p pada imbuhan per- seperti pada pertemukan
dan pertandingkan memang tidak luluh pada bentukan mempertemukan
dan mempertandingkan. Namun, perlu diketahui bahwa p-e-r pada percayai,
perkarakan, perkosa bukanlah imbuhan. Jika bentukan yang akan dihasilkan
itu disesuaikan dengan kaidah penggabungan bunyi, seharusnyalah bentukan itu
menjadi memercayai, memerkarakan, memerkosa. Demikian juga, masalah
asing tidaknya bentuk dasar, ataupun bentukan yang dihasilkan, dapat
dikesampingkan jika kaidah itu akan diikuti. Pada praktiknya, batas asing
tidaknya sebuah kata sulit ditentukan, kecuali jika kata itu baru diperkenalkan
untuk pertama kali. Jika hal itu diduga dapat membingungkan pembaca, pada
pemakaian yang pertama dalam tulisan ilmiah dapat ditambahkan bentukan yang
hendak dijauhi, misalnya memercayai (mempercayai), memersentasekan
(mempersentasekan), memanglimakan (mempanglimakan).
Masing-Masing dan Tiap-Tiap
Sebagian penutur bahasa Indonesia
keliru menggunakan kata masing-masing dan tiap-tiap. Perhatikan
contoh berikut.
(1)
Masing-masing ketua regu harap memakai nomor urut peserta di
dada dan di punggungnya. (1a) Tiap-tiap
ketua regu harap memakai nomor urut peserta di dada dan di
punggungnya. (2) Biaya pameran
itu dibebankan kepada masing-masing unit pelaksana teknis.
(2a) Biaya pameran itu dibebankan kepada tiap-tiap
unit pelaksana teknis. Jika kita perhatikan kalimat
(1a)--(2a), tampaknya masing-masing dan tiap-tiap dapat saling
menggantikan. Kata tiap-tiap mempunyai arti yang sangat mirip dengan
kata masing-masing karena keduanya termasuk kata bilangan distributif.
Namun, apakah pemakaian kedua kata itu pada contoh kalimat di atas sama-sama
benar? Perhatikan kalimat-kalimat berikut. Benar (1)
Semua siswa akan mendapat buku. Tiap-tiap siswa mendapat satu buah.
(2) Seusai upacara, murid-murid
kembali ke kelasnya masing-masing.
(3) Seusai upacara, tiap-tiap
murid kembali ke kelasnya masing-masing.
(4) Tiap-tiap kelas
membersihkan ruang masing-masing. (5)
Kita harus menghormati orang tua kita masing-masing.
Tidak Tepat (1) Semua siswa akan
mendapat buku. Masing-masing siswa mendapat satu buah.
(2) Seusai upacara, masing-masing
murid kembali ke kelas. (3) Masing-masing
kelas membersihkan tiap-tiap ruang.
(4) Kita harus menghormati tiap-tiap
orang tua kita. Dari contoh-contoh kalimat tersebut, jelaslah bahwa
kata tiap-tiap selalu diikuti/diiringi kata benda (nomina) yang
diterangkan dan tidak digunakan pada akhir kalimat, sedangkan kata masing-masing
penggunaannya selalu didahului kata benda (nomina) yang diterangkan
(antesedennya) dan dapat digunakan pada akhir kalimat.
Manakah yang benar busana adi atau adibusana sebagai
istilah?
lstilah adibusana berpadanan
dengan istilah haute couture (Prancis) dan high fashion (lnggris).
Bentuk itu berdasarkan pola yang sudah ada, yaitu adipati, adiraja,
adiratna, adiwangsa, dan adikuasa. Bentuk adi- itu dapat
diberi makna ‘lebih tinggi dalam taraf, derajat mutu, permana (kuantitas)
daripada ...‘; ‘mengatasi atau melebihi yang lain yang sejenis sehingga
terciptalah perangkat bersistem yang rapi’.
Bentuk adi-, sebagaimana
terdapat pada contoh di atas, biasanya dipakai sebagai unsur pertama dalam
gabungan majemuk. ltulah sebabnya dipilih bentuk adibusana. Walaupun
dalam sastra Melayu lama ada empat bentuk dengan unsur adi yang
urutannya terbalik, yaitu (1) hulubalang adi, (2) pahlawan adi, (3)
pendekar adi yang masing-masing menggambarkan keunggulan dalam kiat, dan
(4) pasukan adi yang, jika dimodernkan, mengandung makna ‘shock
troop, stootroep’. Dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia,
bentuk majemuk baru berunsur adi- hendaknya sejalan dengan bentuk
majemuk lain yang salah satu unsurnya juga bentuk terikat, seperti pascasarjana,
ultralembayung, dan swakelola.
lstilah adibusana telah
dibicarakan dalam acara “Pembinaan Bahasa Indonesia” melalui TVRI pada bulan
Maret 1985, antara Sdr. Iwan Tirta, perancang busana terkemuka, dan Anton M.
Moeliono, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Pusat
Bahasa).
MALPRAKTIK atau MALAPRAKTIK
Bentuk mal- dalam bahasa Inggris
mula-mula berarti ‘buruk’, kemudian bermakna juga ‘tidak normal, salah,
mencelakakan, jahat’.
Dalam bahasa Jawa Kuna terdapat
bentuk mala- yang diserap oleh bahasa Melayu karena memang sesuai dengan bentuk
mal- Inggris dan maknanya ‘noda, cacat, membawa rugi, celaka, sengsara.’ Dalam
bahasa Indonesia, mala- merupakan unsur terikat yang tidak dapat berdiri
sendiri berfungsi sebagai sebuah kata dengan arti tertentu. Oleh karena itu,
urutan unsurnya pun tetap. Dengan demikian, padanan istilah Inggris malpractice
adalah malapraktik, bukan malpraktik, praktik mala atau praktik mala. Berikut
contoh yang lain:malabsorption--> malaserap; maladaption, maladjustment
--> malasuai maldistribution --> maladistribusi; malfunction -->
malafungsi; malnutrition --> malagizi; malposition --> malasikap
Makna Kata Kilah dan Tukas
Jika sebuah kata tidak dipahami
maknanya, pemakaiannya pun mungkin tidak akan tepat.
Hal itu akan menimbulkan keganjilan,
kekaburan, dan salah tafsir. Berikut ini akan dibahas kata kilah dan tukas
yang sering dipakai secara tidak tepat. Kata kilah disamakan dengan
kata kata atau ujar sehingga berkilah dianggap sama dengan
berkata atau berujar dan kilahnya dianggap sama dengan katanya
atau ujarnya. Hal itu terlihat dalam wacana berikut.(1)
Kemarin Tuti dibelikan baju baru oleh Doni, kakaknya.Dengan senang hati dia
menerimanya. “Terima kasih,” kilahnya kepada Doni. Jika kita membuka Kamus
Umum Bahasa Indonesia (KUBI), akan kita temukan kata kilah dengan
makna ‘tipu daya’ atau ‘dalih’. Jadi, pemakaiannya seperti pada wacana (1)
tidaklah tepat. Berkilah artinya ‘mencari-cari alasan untuk membantah
pendapat orang’. Perhatikan contoh berikut.(2) Dalam pertandingan
semalam penampilannya begitu buruk sehingga dia mengalami kekalahan
telak. Atas kekalahannya itu dia berkilah bahwa suhu udara sangat rendah
sehingga gerakan tubuhnya terhambat.(3) Banyak soal ujian
yang tidak dapat dikerjakannya. Kali ini tampaknya persiapannya kurang. “Saya
tidak dapat belajar. Rumah saya terlalu bising,” kilahnya. Dalam
contoh (2) suhu udara dijadikan alasan kekalahan untuk menolak adanya pendapat
yang lain. Demikian juga dalam contoh (3), kebisingan di rumah dijadikan alasan
kurangnya persiapan untuk menutupi kekurangan lain yang sebenarnya.Kata berdalih
merupakan sinonim berkilah. Berdalih artinya ‘mencari-cari alasan
untuk membenarkan perbuatan’. Berikut ini contoh pemakaiannya.(4) Ucok
ingin menjual sepedanya untuk membayar utang. Kepada ibunya dia berdalih bahwa
sepedanya itu sudah tidak baik lagi jalannya. Kata tukas juga
sering digunakan dengan pengertian keliru. Kata tukas sering diartikan
‘menjawab atau menanggapi perkataan orang dengan cepat’ seperti contoh
berikut.(5) Edi bertanya kepada Pak Amir, ‘Pak, apakah persoalan
ini perlu dibicarakan dengan Pak Hasan atau
...” “Tidak perlu lagi,” tukas
Pak Amir. Arti kata tukas yang benar, seperti tercantum dalam
KUBI, adalah ‘menuduh tidak dengan alasan yang cukup’. Berikut ini contoh pemakaiannya.(6)
Retno mendapatkan tasnya telah terbuka dan dompet berisi uang serta
surat-surat penting telah lenyap dari sana. Dengan pikiran kalut dia menengok
ke kiri ke kanan dan melihat orang yang rasa-rasanya selalu mengikutinya.
“Pasti engkaulah yang mengambil dompetku”, tukasnya kepada orang itu. Selain
itu, ada pula kata tukas yang berasal dari bahasa Minangkabau berarti
‘mengulangi lagi’ (permintaan, jawaban, panggilan, dan sebagainya). Berikut
ini contoh pemakaiannya.(7) “Jangan berhujan-hujan. Nanti Ibu
marah”, kata Titi kepada adiknya.“Tidak peduli, jawab adiknya.“Nanti
kau dihukum,” kata Titi lagi. “Tidak peduli,”“ tukas adiknya.
Kurban dan Korban
Setiap kali menyambut Idul Adha,
kita sering
menemukan sebuah kata yang ditulis dengan ejaan yang berbeda.
menemukan sebuah kata yang ditulis dengan ejaan yang berbeda.
Ada yang menuliskan kurban,
ada pula yang menuliskan korban. Di dalam sebuah kolom pada sebuah media
massa cetak ditemukan kalimat berikut.
(1)
Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak
menerima.
menerima.
Kata kurban itu, dengan pengertian
yang sama, pada kolom lain ditulis dengan korban, seperti terlihat pada
kalimat berikut.
(2)
Daging korban itu akan dibagikan
kepada yang berhak
menerima.
menerima.
Selain itu, terdapat pula penggunaan
kata korban, dengan pengertian yang sama, yang ditulis dengan
ejaan yang berbeda, seperti yang terlihat pada contoh berikut.
ejaan yang berbeda, seperti yang terlihat pada contoh berikut.
(3)
Jumlah korban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.
(4) Jumlah
kurban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.
Pertanyaan yang muncul, “apakah penulisan
kata yang sama maknanya perlu dituliskan dengan ejaan yang berbeda?" Dalam
hal itu, tentu saja penulisannya tidak perlu dibedakan.
Akan tetapi, jika di antara dua kata yang maknanya berbeda, seperti pada contoh kalimat (1) dan (3), penulisan kedua kata itu perlu dibedakan demi kecermatan dalam penggunaannya.
Akan tetapi, jika di antara dua kata yang maknanya berbeda, seperti pada contoh kalimat (1) dan (3), penulisan kedua kata itu perlu dibedakan demi kecermatan dalam penggunaannya.
Kata kurban dan korban sebenarnya
berasal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu qurban (²\^z£).
Dalam perkembangannya, qurban diserap ke datam bahasa Indonesia
dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna. Pengertian yang pertama
ialah 'persembahan kepada Tuhan (seperti kambing, sapi, dan unta yang
disembelih pada hari Lebaran Haji)' atau 'pemberian untuk menyatakan kesetiaan
atau kebaktian', sedangkan makna yang kedua adalah 'orang atau binatang yang
menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya'.
Kata qurban dengan pengertian yang pertama dieja menjadi kurban
(dengan <u>), sedangkan untuk pengertian yang kedua, dieja menjadi
korban (dengan <o>).
Berdasarkan uraian tersebut,
pemakaian kata kurban dan korban dalam topik
tulisan ini dapat kita cermatkan menjadi Kambing kurban dan Korban
lalu lintas. Berikut disajikan contoh yang benar pemakaian kedua
kata itu di dalam kalimat.
tulisan ini dapat kita cermatkan menjadi Kambing kurban dan Korban
lalu lintas. Berikut disajikan contoh yang benar pemakaian kedua
kata itu di dalam kalimat.
(1)
Menjelang Lebaran Haji harga ternak kurban naik.
(2)
Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.
(3)
Sebagai pejuang, mereka rela berkorban demi tercapainya cita-cita
bangsa.
(4)
Sebagian besar korban kecelakaan itu dapat diselamatkan.
(5)
Jumlah korban yang tewas dalam musibah itu terus rneningkat.
Selain kedua kata tersebut, di dalam
bahasa Indonesia terdapat pula beberapa
kata serapan lain yang mengalami perkembangan makna, seperti kata kurban
dan korban, sehinga memerlukan pembedaan di dalam penulisannya dan
kecermatan penggunaannya di dalam kalimat. Misalnya, berkah dan berkat,
rida dan rela, serta fardu dan perlu. Perbedaan itu
dapat dilihat pada kalimat berikut.
kata serapan lain yang mengalami perkembangan makna, seperti kata kurban
dan korban, sehinga memerlukan pembedaan di dalam penulisannya dan
kecermatan penggunaannya di dalam kalimat. Misalnya, berkah dan berkat,
rida dan rela, serta fardu dan perlu. Perbedaan itu
dapat dilihat pada kalimat berikut.
(6) Orang Islam percaya bahwa
bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah.
(7)Berkat ketekunannya,
ia berhasil mencapai prestasi yang baik.
(8) Orang Islam berpuasa untuk
mendapatkan rida Allah.
(9) Banyak orang yang rela
berkorban demi orang yang dicintainya.
(10)Salat fardu, bagi
orang
Islam yang tidak berhalangan, tidak boleh ditinggalkan.
Islam yang tidak berhalangan, tidak boleh ditinggalkan.
(11) Untuk menyelesaikan
pekerjaan
besar itu, kita perlu melakukan kerja sama.
besar itu, kita perlu melakukan kerja sama.
Komplikasi
Kita sering mendengar bahwa seseorang
dirawat karena menderita penyakit yang komplikasi.
Kata komplikasi (complication)
berarti 'kumpulan situasi' atau
'kumpulan detail karakter bagian utama alur cerita'. Di bidang kedokteran, komplikasi diartikan penyakit sekunder yang merupakan perkembangan dari penyakit primer' atau 'kondisi sekunder yang merupakan perkembangan dari kondisi primer', misalnya penyakit primer A berkembang menjadi penyakit sekunder B dan C. Kedua penyakit yang terakhir itu disebut komplikasi.
'kumpulan detail karakter bagian utama alur cerita'. Di bidang kedokteran, komplikasi diartikan penyakit sekunder yang merupakan perkembangan dari penyakit primer' atau 'kondisi sekunder yang merupakan perkembangan dari kondisi primer', misalnya penyakit primer A berkembang menjadi penyakit sekunder B dan C. Kedua penyakit yang terakhir itu disebut komplikasi.
Kornplikasi juga dapat berupa 'kumpulan faktor
atau kumpulan isu yang sering tidak diharapkan, yang dapat mengubah rencana,
metode, atau sikap.
Contoh:
Komplikasi penyebab kerusuhan itu mengakibatkan
rencana penyelesaiannya sering menemui jalan buntu.
Kelengkapan Unsur Sebuah Kalimat
Suatu kalimat yang baik memang harus
mengandung
unsur-unsur yang lengkap.
unsur-unsur yang lengkap.
Dalam hal ini, kelengkapan
unsur kalimat itu sekurang-kurangnya harus
memenuhi dua hal, yaitu subjek dan predikat. Jika predikat kalimat itu berupa
kata kerja transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir. Unsur
lain, yakni keterangan, kehadirannya bersifat sekunder atau tidak terlalu
dipentingkan. Perhatikan contoh berikut.
memenuhi dua hal, yaitu subjek dan predikat. Jika predikat kalimat itu berupa
kata kerja transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir. Unsur
lain, yakni keterangan, kehadirannya bersifat sekunder atau tidak terlalu
dipentingkan. Perhatikan contoh berikut.
(1) Pembangunan itu
untuk menyejahterakan masyarakat.
Subjek
Keterangan
(2) Bagi para siswa
yang akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP
Keterangan Predikat Objek
SecaraSekilas, kedua kalimat itu tidak menyiratkan adanya
kekurangan. Namun, jika diperhatikan secara cermat, tampaklah bahwa dalam
kalimat (1) tidak terdapat unsur predikat, sedangkan pada kalimat (2)
tidak terdapat unsur subjek. Kelompok kata pembangunan itu pada
kalimat (1) merupakan subjek, dan sisanya merupakan keterangan,
sedangkan pada kalimat (2) kelompok kata bagi para siswa yang
akan mengikuti ujian merupakan keterangan dan
bagian lainnya berupa predikat dan objek. Berdasarkan unsur-unsurnya, kalimat
(1) berpola S-Ket., sedangkan kalimat (2) tidak adanya unsur subjek. Agar
kalimat di atas menjadi Iengkap, kalimat (1) dapat kita tambah dengan unsur
predikat; misalnya bertujuan, sehingga kalimat (1) itu menjadi Pembangunan
itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat. Pada kalimat (2), unsur
keterangan, yaitu bagi para siswa yang akan mengikuti ujian, sebenarnya dapat diubah menjadi subjek dengan cara menghilangkan kata bagi. Dengan cara itu, kalimat (2) di atas dapat diperbaiki menjadi Para siswa yang akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP lebih dahulu.
bagian lainnya berupa predikat dan objek. Berdasarkan unsur-unsurnya, kalimat
(1) berpola S-Ket., sedangkan kalimat (2) tidak adanya unsur subjek. Agar
kalimat di atas menjadi Iengkap, kalimat (1) dapat kita tambah dengan unsur
predikat; misalnya bertujuan, sehingga kalimat (1) itu menjadi Pembangunan
itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat. Pada kalimat (2), unsur
keterangan, yaitu bagi para siswa yang akan mengikuti ujian, sebenarnya dapat diubah menjadi subjek dengan cara menghilangkan kata bagi. Dengan cara itu, kalimat (2) di atas dapat diperbaiki menjadi Para siswa yang akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP lebih dahulu.
Berdasarkan perbaikan di atas,
kalimat perbaikan (1) dan (2) dibagi atas
unsur-unsurnya sebagai berikut.
unsur-unsurnya sebagai berikut.
(1a) Pembangunan itu menyejahterakan
masyarakat.
Subjek Predikat
Objek
(1b) Pembangunan itu
bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat.
Subjek Predikat Pelengkap
(2) Para siswa
yang akan mengikuti ujian
Subjek
Harus melunasi uang SPP lebih dahulu
Predikat
Objek
Dengan demikian, pola kalimat
perbaikan (1b) adalah S-P-O.; (1b) adalah
S-P-PeI., sedangkan pola kalimat perbaikan (2) adalah S-P-O.
S-P-PeI., sedangkan pola kalimat perbaikan (2) adalah S-P-O.
Kebijakan dan Kebijaksanaan
Kata bijak memiliki arti
‘akal budi, pandai, arif, tajam pikiran, dan mahir’. Pada Ia seorang raja
yang bijak, berarti ‘Ia seorang raja yang pandai menggunakan akal
budinya’. Kata kebijakan berasal dari bentuk dasar bijak yang
mendapat imbuhan gabung ke-…-an. Kata ini mengandung makna garis haluan
(policy dalam bahasa Inggris). Perhatikan contoh kalimat berikut.
Garis haluan
kebahasaan
harus menyiratkan butir-butir permasalahan dan cara pemecahannya sesuai
dengan situasi dan kondisi bahasa dan masyarakat pemakainya. Garis
haluan, sebagai istilah, mengandung makna (1) ‘rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan organisasi)’;
(2) ‘pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman
untuk manajemen dalam usaha mencari sasaran’. Selain kata kebijakan,
terdapat pula kata kebijaksanaan dalam bahasa Inggris wisdom).
Kata kebijaksanaan mengandung makna (1) ‘kepandaian menggunakan akal
budi (pengalaman dan pengetahuan)’ dan (2) ‘kecakapan (seseorang) bertindak
apabila atau ketika menghadapi kesulitan.’ Kata itu berasal
dari kata bijaksana mendapat imbuhan
gabung ke-…-an. Pada bijaksana terkandung makna kata bijak,
yakni ‘akal budi, arif, atau tajam pikiran’ sehingga kata bijaksana dapat
berarti ‘pandai dan cermat serta teliti ketika atau dalam menghadapi kesulitan
dan sebagainya’. Makna kata kebijaksanaan lebih luas daripada makna kata
bijaksana. Perhatikan contoh pemakaian kata tersebut pada kalimat
berikut : (1) Ia sangat bijaksana
dalam menjawab setiap pertanyaan yang menyangkut kebijakan
organisasi. (2) Berkat kebijaksanaan
beliau, kerukunan antarumat beragama di daerah ini selalu terpelihara.
(3) Pemecahan masalah yang pelik
ini sepenuhnya bergantung kepada kebijaksanaan pemuka adat dan tokoh
masyarakat.
Kata Sapaan dalam Bahasa Indonesia
Kata sapaan adalah kata yang
digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak
berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga.
berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga.
Berikut adalah beberapa contoh
kata yang dapat digunakan sebagai kata sapaan.
(1) Nama diri, seperti Toto, Nur.
(2) Kata yang tergolong istilah kekerabatan,
seperti bapak, ibu, paman, bibi, adik, kakak, mas, atau abang.
(3) Gelar kepangkatan, profesi atau
jabatan, seperti kapten, profesor, dokter, soper, ketua, lurah, atau camat.
jabatan, seperti kapten, profesor, dokter, soper, ketua, lurah, atau camat.
(4)Kata nama, seperti tuan,
nyonya, nona, Tuhan, atau sayang.
(5)Kata nama pelaku, seperti penonton,
peserta, pendengar, atau hadirin.
(6)Kata ganti persona kedua Anda.
Penggunaan kata sapaan itu sangat
terikat pada adat-istiadat setempat, adat kesantunan, serta situasi dan kondisi
percakapan. Itulah sebabnya, kaidah kebahasaan sering terkalahkan oleh adat
kebiasaan yang berlaku di daerah tempat bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang.
Namun, yang perlu diingat dalam hal ini adalah cara penulisan kata kekerabatan
yang digunakan sebagai kata sapaan, yakni ditulis dengan huruf awal huruf
kapital.
Contoh:
(1)Adik sudah kelas berapa?
(2)Selamat pagi pro(fesor).
(3)Hari ini kapten bertugas di mana?
(4)Setelah sampai di Yogyakarta,
Tuan akan menginap di mana?
Kalimat Rancu
Kata rancu dalam bahasa
Indonesia berarti 'kacau'.
Sejalan dengan itu, kalimat yang
rancu berarti kalimat yang kacau atau kalimat yang susunannya tidak teratur
sehingga informasinya sulit dipahami. Jika dilihat dari segi penataan gagasan,
kerancuan sebuah kalimat dapat terjadi karena dua gagasan digabungkan ke
dalam satu pengungkapan. Sementara itu, jika dilihat dari segi strukturnya,
kerancuan itu timbul karena penggabungan dua struktur kalimat ke dalam satu
struktur. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
(1) Menurut
para pakar sejarah mengatakan bahwa Candi Borobudur dibangun pada masa
Kerajaan Syailendra.
Kalimat itu termasuk kalimat yang
rancu karena susunannya terdiri atas dua struktur kalimat. Struktur yang
pertama dimulai dengan kata menurut, sedangkan yang kedua dimulai dengan
subjek 'pelaku' (para pakar sejarah) yang diikuti dengan predikat
mengatakan. Karena berasal dari dua struktur, kalimat rancu itu dapat
dikembalikan pada struktur semula, yaitu (1a) dan (1b) berikut.
(1a) Menurut
pakar sejarah, Candi Borobudur dibangun pada masa Kerajaan Syailendra.
(1b) Pakar sejarah mengatakan
bahwa Candi Borobudur dibangun pada masa Kerajaan Syailendra.
Kalimat (1) di atas strukturnya
tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kalimat
(1) tersebut harus diperbaiki agar strukturnya menjadi benar. Perbaikannya
dapat dilakukan seperti kalimat (1a) dan (1b) di atas.
(1) tersebut harus diperbaiki agar strukturnya menjadi benar. Perbaikannya
dapat dilakukan seperti kalimat (1a) dan (1b) di atas.
Sehubungan dengan hal itu, satu hal
yang perlu kita perhatikan adalah bahwa kerancuan seperti itu dapat terjadi
jika kalimat yang kita susun diawali dengan kata menurut dan kemudian
diikuti oleh ungkapan sejenis mengatakan bahwa, menyebutkan bahwa, atau
menyatakan
bahwa. Oleh sebab itu, agar kalimat yang kita susun tidak menjadi rancu,
ungkapan sejenis mengatakan bahwa, menyebutkan bahwa, atau menyatakan
bahwa tidak perlu digunakan jika kalimat yang kita susun dimulai dengan
kata menurut. Sebaliknya, jika kita akan menggunakan ungkapan sejenis mengatakan bahwa, kata menurut tidak perlu digunakan pada awal kalimat.
bahwa. Oleh sebab itu, agar kalimat yang kita susun tidak menjadi rancu,
ungkapan sejenis mengatakan bahwa, menyebutkan bahwa, atau menyatakan
bahwa tidak perlu digunakan jika kalimat yang kita susun dimulai dengan
kata menurut. Sebaliknya, jika kita akan menggunakan ungkapan sejenis mengatakan bahwa, kata menurut tidak perlu digunakan pada awal kalimat.
Kerancuan kalimat yang lain dapat
pula timbul karena penggunaan kata penghubung meskipun atau walaupun
pada awal kalimat yang kemudian diikuti oleh kata penghubung tetapi,
seperti yang tampak pada contoh berikut.
(2) Meskipun
perusahaan itu belum terkenal, tetapi
produksinya banyak dibutuhkan orang.
produksinya banyak dibutuhkan orang.
Kerancuan kalimat itu juga
disebabkan oleh penggabungan dua kalimat menjadi satu. Kalimat pertama, yang
menggunakan kata penghubung meskipun,
berupa kalimat majemuk bertingkat, sedangkan kalimat kedua, yang menggunakan kata penghubung tetapi, berupa anak kalimat dalam kalimat majemuk setara. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kerancuan kalimat (2) itu disebabkan oleh penggabungan kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara ke dalam satu kalimat. Karena berasal dari dua kalimat yang digabungkan menjadi satu, perbaikan kalimat itu pun dapat dilakukan dengan mengembalikan kalimat itu ke dalam struktur kalimat asalnya, seperti yang tampak pada (2a) dan (2b) berikut.
berupa kalimat majemuk bertingkat, sedangkan kalimat kedua, yang menggunakan kata penghubung tetapi, berupa anak kalimat dalam kalimat majemuk setara. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kerancuan kalimat (2) itu disebabkan oleh penggabungan kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara ke dalam satu kalimat. Karena berasal dari dua kalimat yang digabungkan menjadi satu, perbaikan kalimat itu pun dapat dilakukan dengan mengembalikan kalimat itu ke dalam struktur kalimat asalnya, seperti yang tampak pada (2a) dan (2b) berikut.
(2a) Meskipun
perusahaan itu belum terkenal, produksinya banyak dibutuhkan orang.
(2b) Perusahaan itu belum
terkenal, tetapi produksinya banyak dibutuhkan orang.
Dari perbaikan kalimat tersebut
dapat diketahui bahwa kerancuan yang disebabkan oleh penggunaan kata
penghubung meskipun atau walaupun yang diikuti oleh kata penghubung
tetapi, perbaikannya pun dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu
dari dua kata penghubung tersebut. Dalam hal ini, jika kata meskipun/walaupun
sudah digunakan, kata tetapi tidak perlu lagi digunakan.
Sebaliknya, jika kata tetapi yang digunakan, kata penghubung meskipun/walaupun tidak perlu digunakan.
Sebaliknya, jika kata tetapi yang digunakan, kata penghubung meskipun/walaupun tidak perlu digunakan.
Kerancuan kalimat seperti yang
terdapat pada contoh di atas sebenarnya tidak perlu terjadi jika penyusun
kalimat dapat mengungkapkan gagasannya secara cermat dan teratur. Dengan
menata gagasan secara cermat dan teratur, kalimat yang tersusun akan terhindar dari kerancuan seperti itu.
Jam dan Pukul
Kata jam dan pukul masing-masing
mempunyai makna sendiri, yang berbeda satu sama lain. Hanya saja, sering kali
pemakaian bahasa kurang cermat dalam menggunakan kedua kata itu, masing-masing
sehingga tidak jarang digunakan dengan maksud yang sama.
Kata jam menunjukkan makna 'masa
atau jangka waktu', sedangkan kata pukul mengandung pengertian 'saat atau
waktu'.
Dengan demikian, jika maksud yang ingin diungkapkan adalah 'waktu atau saat', kata yang tepat digunakan adalah pukul, seperti pada contoh berikut.
Rapat itu akan dimulai pada pukul 10.00
Sebaliknya, jika yang ingin diungkapkan itu 'masa' atau 'jangka waktu', kata yang tepat digunakan adalah jam, seperti pada kalimat contoh berikut.
Kami bekerja selama delapan jam sehari
Selain digunakan untuk menyatakan arti 'masa' atau jangka waktu', kata jam juga berarti 'benda penunjuk waktu' atau 'arloji', seperti pada kata jam dinding atau jam tangan.
Dengan demikian, jika maksud yang ingin diungkapkan adalah 'waktu atau saat', kata yang tepat digunakan adalah pukul, seperti pada contoh berikut.
Rapat itu akan dimulai pada pukul 10.00
Sebaliknya, jika yang ingin diungkapkan itu 'masa' atau 'jangka waktu', kata yang tepat digunakan adalah jam, seperti pada kalimat contoh berikut.
Kami bekerja selama delapan jam sehari
Selain digunakan untuk menyatakan arti 'masa' atau jangka waktu', kata jam juga berarti 'benda penunjuk waktu' atau 'arloji', seperti pada kata jam dinding atau jam tangan.
JADWAL atau JADUAL
Penggunaan kata jadwal yang
dituliskan menjadi jadual, seperti jadual
penerbangan dan jadual pelajaran, tidaklah benar. Kata jadual
dengan (u) hendaknya dituliskan dengan jadwal (w) karena di dalam bahasa
asalnya, bahasa Arab, kata itu dituliskan dengan
penerbangan dan jadual pelajaran, tidaklah benar. Kata jadual
dengan (u) hendaknya dituliskan dengan jadwal (w) karena di dalam bahasa
asalnya, bahasa Arab, kata itu dituliskan dengan
Huruf pada kata itu diserap ke dalam
bahasa Indonesia menjadi w,
bukan u. Dengan demikian, penulisan yang benar jadwal, bukan
jadual. Begitu pula, gabungan kata yang penulisannya benar adalah
jadwal penerbangan dan jadwal pelajaran, bukan jadual
penerbangan dan jadual pelajaran. Contoh lain, takwa dan fatwa,
bukan takua dan fatua.
bukan u. Dengan demikian, penulisan yang benar jadwal, bukan
jadual. Begitu pula, gabungan kata yang penulisannya benar adalah
jadwal penerbangan dan jadwal pelajaran, bukan jadual
penerbangan dan jadual pelajaran. Contoh lain, takwa dan fatwa,
bukan takua dan fatua.
Penulisan kata jadual dengan (u)
tampaknya beranalogi pada kata kualitas.
Penulisaan kata kualitas memang sudah tepat karena huruf /u/ pada
kata itu memang berasal dari bahasa asalnya, Inggris, quality. Jika ada
penulisan kwalitas, penulisan itu justru tidak benar. Contoh lain adalah kuantitas, bukan kwantitas.
Penulisaan kata kualitas memang sudah tepat karena huruf /u/ pada
kata itu memang berasal dari bahasa asalnya, Inggris, quality. Jika ada
penulisan kwalitas, penulisan itu justru tidak benar. Contoh lain adalah kuantitas, bukan kwantitas.
Hanya dan Saja
Kandungan makna kata hanya dan
saja tidak sama atau berbeda.
Oleh karena itu, kedua kata
tersebut, yaitu hanya dan saja, tidak
dapat saling menggantikan posisi dan makna yang sama di dalam sebuah kalimat.
Fungsi kata itu masing-masing di dalam kalimat berbeda. Kata hanya menerangkan kata atau kelompok kata yang mengiringinya, sedangkan kata saja
menerangkan kata atau kelompok kata yang mendahuluinya.
dapat saling menggantikan posisi dan makna yang sama di dalam sebuah kalimat.
Fungsi kata itu masing-masing di dalam kalimat berbeda. Kata hanya menerangkan kata atau kelompok kata yang mengiringinya, sedangkan kata saja
menerangkan kata atau kelompok kata yang mendahuluinya.
Contoh:
(1)
Mereka berlibur di Bali hanya lima hari.
(2)
Mereka berlibur di Bali lima hari saja.
(3)
Mereka hanya berlibur di Bali saja.
(4)
Mereka berlibur hanya di Bali saja.
(5)
Saya hanya memiliki dua orang anak saja.
(6)
Orang itu hanya memikirkan diri sendiri saja.
Penggunaan
kata hanya dan saja secara bersama-sama untuk menerangkan kata atau kelompok kata yang sama seperti pada contoh kalimat nomor (4), (5), dan (6) bersifat mubazir. Untuk kasus semacam itu, di dalam bahasa Indonesia ragam baku penggunaannya tidak tepat. Di dalam hal itu, pilih salah satu, hanya atau saja, yang menurut kaidah bahasa Indonesia paling tepat untuk kalimat tersebut.
kata hanya dan saja secara bersama-sama untuk menerangkan kata atau kelompok kata yang sama seperti pada contoh kalimat nomor (4), (5), dan (6) bersifat mubazir. Untuk kasus semacam itu, di dalam bahasa Indonesia ragam baku penggunaannya tidak tepat. Di dalam hal itu, pilih salah satu, hanya atau saja, yang menurut kaidah bahasa Indonesia paling tepat untuk kalimat tersebut.
Misalnya:
(1)
Saya hanya memiliki dua orang anak.
(2)
Saya memiliki dua orang anak saja.
(3)
Orang itu hanya memikirkan diri sendiri.
(4)
Orang itu memikirkan diri sendiri saja.
Euforia
Seiring dengan munculnya era reformasi,
kata euforia banyak digunakan orang.
Kata itu oleh sebagian orang
dianggap terkait erat dengan reformasi, demokrasi, dan kebebasan. Benarkah
anggapan itu?
Kata euforia berasal dari
bahasa Yunani, euforia (eu + pherein),
yang berarti 'lebih tahan' atau 'sehat'. Kata itu diserap oleh bahasa Inggris
menjadi euphoria yang berarti 'kegembiraan' atau 'perasaan membaik'.
Kemudian, kata itu diserap menjadi euforia, yang berarti 'perasaan
gembira yang berlebihan'. Kegembiraan yang berlebihan itu ditafsirkan
berlebihan pula sehingga sering berupa pesta-pesta, pawai keliling kota, bahkan ada yang sampai mengabaikan aturan yang ada. Euforia yang berlebihan
itu dapat menyebabkan orang bertindak anarkistis.
yang berarti 'lebih tahan' atau 'sehat'. Kata itu diserap oleh bahasa Inggris
menjadi euphoria yang berarti 'kegembiraan' atau 'perasaan membaik'.
Kemudian, kata itu diserap menjadi euforia, yang berarti 'perasaan
gembira yang berlebihan'. Kegembiraan yang berlebihan itu ditafsirkan
berlebihan pula sehingga sering berupa pesta-pesta, pawai keliling kota, bahkan ada yang sampai mengabaikan aturan yang ada. Euforia yang berlebihan
itu dapat menyebabkan orang bertindak anarkistis.
Esok dan Besok
Kata esok dan besok
adalah dua kata yang sering dipertukarkan pemakaiannya.
Namun, pada contoh berikut keduanya
tidak dapat dipakai saling bergantian.
(1)
a. Esok
lusa (bukan: besok lusa) kita perbaiki jalan hidup ini agar
menjadi lebih baik.
b. Kita
jelang hari esok (bukan: hari besok) yang lebih baik dengan kerja
keras dan budi luhur. Esok lusa dan hari
esok pada contoh di atas berarti 'saat yang akan datang' atau 'masa
depan', sedangkan besok lusa, alih-alih lusa, berarti 'dua
hari sesudah hari ini' dan hari besok, alih-alih besok,
berarti 'hari sesudah hari ini'. Pada contoh berikut pun keduanya tidak dapat
digunakan saling bergantian.
(2)
a. "Kapan
Anda berangkat? " Besok. (bukan esok).
b. la
datang besok pagi (bukan esok pagi).
Pada contoh berikut ini kata mengesokkan
dan membesokkan dapat dipakai bergantian.
(3)
Jangan mengesokkan/membesokkan pekerjaan hari ini. Kata mengesokkan
dan membesokkan keduanya dapat digunakan pada kalimat (3), masing-masing
dengan makna 'menangguhkan sampai esok' atau 'menangguhkan sampai waktu yang
akan datang' dan 'menangguhkan sampai besok' atau 'menangguhkan sampai satu
hari kemudian'.
Elit atau Elite
Banyak orang mengatakan, baik para
politisi, penyiar, pejabat maupun masyarakat umum menggunakan kata elite di
dalam berbagai kesempatan, tetapi pengucapan kata tersebut beragam. Ada yang
mengucapkan /elit/ dan ada pula /elite/.
Dari kedua cara pengucapan itu, mana
yang baku?
Kata elite berasal dari bahasa Latin /eligere/ yang berarti 'memilih' dalam bahasa Indonesia kata elite berarti 'orang-orang terbaik atau pilihan dalam suatu kelompok' atau 'kelompok kecil orang-orang terpandang atau berderajat tinggi (kaum bangsawan, cendekiawan, dsb.).
Dalam bahasa latin huruf /e/ pada akhir kata mustinya diucapakan.
Oleh karena itu, kata elite harus diucapakan /elite/, bukan /elit/.
Begitu juga dengan bonafide harus diucapkan /bonafide/, buksn /bonsfid/ atau faksimile harus diucapkan /faksimile/, bukan /faksimil/,/feksimil/ atau /feksemail/.
Kata elite berasal dari bahasa Latin /eligere/ yang berarti 'memilih' dalam bahasa Indonesia kata elite berarti 'orang-orang terbaik atau pilihan dalam suatu kelompok' atau 'kelompok kecil orang-orang terpandang atau berderajat tinggi (kaum bangsawan, cendekiawan, dsb.).
Dalam bahasa latin huruf /e/ pada akhir kata mustinya diucapakan.
Oleh karena itu, kata elite harus diucapakan /elite/, bukan /elit/.
Begitu juga dengan bonafide harus diucapkan /bonafide/, buksn /bonsfid/ atau faksimile harus diucapkan /faksimile/, bukan /faksimil/,/feksimil/ atau /feksemail/.
Di dan Pada
Akhir-akhir ini banyak pengguna
bahasa Indonesia yang senang menggunakan ungkapan di malam hari, di awal abad
XXI, atau di awal milenium III.
Penggunaan preposisi di pada
ungkapan itu menunjukkan kekurangcermatan dalam pemilihan kata. Preposisi di
digunakan untuk manandai tempat, baik yang konkret maupun yang abstrak.
Oleh karena itu, preposisi di seharusnya diikuti keterangan tempat. Pada konteks itu pilihan kata yang tepat adalah pada karena diikuti waktu.
Beberapa kalimat berikut menggambarkan penggunaan di secara tepat.
(1) Pusat pemerintahan negara berada di Jakarta.
(2) Di dinding terpampang lukisan Monalisa.
(3) Keuntungan besar sudah terbayang di depan mata.
Oleh karena itu, preposisi di seharusnya diikuti keterangan tempat. Pada konteks itu pilihan kata yang tepat adalah pada karena diikuti waktu.
Beberapa kalimat berikut menggambarkan penggunaan di secara tepat.
(1) Pusat pemerintahan negara berada di Jakarta.
(2) Di dinding terpampang lukisan Monalisa.
(3) Keuntungan besar sudah terbayang di depan mata.
Demokrasi, Demokratis, Demokrat, dan
Demokratisasi
Indonesia disebut-sebut telah
berkembang menuju Negara demokrasi, tetapi ada juga yang mengatakan Indonesia
telah berkembang menuju negara demokratis. Mana di antara keduanya yang benar?
Demokrasi (adjektiva) berarti
‘bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah
melalui perantaraan wakilnya’, ‘pemerintahan rakyat’. Negara demokrasi adalah
Negara yang menganut bentuk dan system pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi juga
berarti ‘gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan bagi semua warga negara’, misalnya berpaham
demokrasi.
Demokratis (adjektiva) berarti ‘bersifat demokrasi’, seperti Negara yang demokratis ‘negara yang bersifat demokrasi’ atau ‘negara yang bersifat mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua warga negara’. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa demokrasi untuk menyatakan ‘bentuk dan system pemerintahan negara’, sedangkan demokratis untuk menyatakan sifat Negara, misalnya bukan feodalistis ataupun bukan kerajaan.
Demokrat (nomina) berarti ‘penganut paham demokrasi’, misalnya Organisasi ini adalah organisasi demokrat sejati. Oleh karena itu, semua anggota mempunyai hak, kewajiban, dan perlakuan yang sama terhadap organisasi.
Demokratisasi semakna dengan pendemokrasian, yakni ‘proses, perbuatan, atau cara mendemokrasikan’.
Demokratis (adjektiva) berarti ‘bersifat demokrasi’, seperti Negara yang demokratis ‘negara yang bersifat demokrasi’ atau ‘negara yang bersifat mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua warga negara’. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa demokrasi untuk menyatakan ‘bentuk dan system pemerintahan negara’, sedangkan demokratis untuk menyatakan sifat Negara, misalnya bukan feodalistis ataupun bukan kerajaan.
Demokrat (nomina) berarti ‘penganut paham demokrasi’, misalnya Organisasi ini adalah organisasi demokrat sejati. Oleh karena itu, semua anggota mempunyai hak, kewajiban, dan perlakuan yang sama terhadap organisasi.
Demokratisasi semakna dengan pendemokrasian, yakni ‘proses, perbuatan, atau cara mendemokrasikan’.
Debet atau Debit
Komunikasi di bidang ekonomi atau
perbankan tidak jarang menggunakan istilah debet, misalnya pada lajur debet dan
lajur kredit. Frekuensi penggunaan istilah lajur debet cukup tinggi, tetapi
bentuk istilah yang benar adalah lajur debit, kata debit diserap secara utuh
dari kata Inggris debit
Bentuk istilah itu merupakan
gabungan dua kata, yaitu lajur dan debit yang membentuk istilah baru lajur
debit. Dari bentuk istilah debit dapat dibentuk paradigma istilah yang
bersistem debitor.
Istilah debit juga digunakan dengan pengertian 'jumlah air yang di pindahkan dalam suatu satuan waktu tertentu pada titik tertentu di sungai terusan, atau saluran air' (seperti dalam debit air) Kenyataan adanya bentuk polisemi--sebuah bentuk kata yang maknanya lebih dari satu--itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengganti istilah debit menjadi debet.
Dalam bidang ekonomi badan perbankan pun debit memiliki makna lebih dari satu:
(1) 'uang yang harus ditagih dari orang lain; piutang';
(2) 'catatan pada pos pembukuan yang menambah nilai aktiva atau mengurangi jumlah kewajiban; jumlah yang mengurangi deposito pemegang rekening pada banknya'.
Istilah debit juga digunakan dengan pengertian 'jumlah air yang di pindahkan dalam suatu satuan waktu tertentu pada titik tertentu di sungai terusan, atau saluran air' (seperti dalam debit air) Kenyataan adanya bentuk polisemi--sebuah bentuk kata yang maknanya lebih dari satu--itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengganti istilah debit menjadi debet.
Dalam bidang ekonomi badan perbankan pun debit memiliki makna lebih dari satu:
(1) 'uang yang harus ditagih dari orang lain; piutang';
(2) 'catatan pada pos pembukuan yang menambah nilai aktiva atau mengurangi jumlah kewajiban; jumlah yang mengurangi deposito pemegang rekening pada banknya'.
Dari manakah asal dan makna kata mantan?
Dalam tulisan Saudara Ahmad Bastari
Suan, Universitas Sriwijaya, pada majalah Pembinaan Bahasa Indonesia tahun
1984, diusulkan kata mantan sebagai pengganti kata bekas (‘eks’)
yang dianggap kurang pantas dan bernilai rasa rendah.
Kata itu terdapat dalam bahasa
Basemah, Komening, dan Rejang yang bermakna ‘tidak berfungsi lagi’. Dalam
bahasa Basemah ada bentuk penggawe mantan ‘eks pegawai; pegawai yang
tidak berfungsi lagi’, ketip mantan ‘eks khatib; khatib yang tidak
berfungsi lagi’, dan penghulu mantan ‘eks penghulu; penghulu yang tidak
berfungsi lagi’. Di dalam bahasa Jawa, ada kata mantan yang arti dan
bentuknya bertalian juga dengan mari dan mantun, yang diambil
dari bahasa Jawa Kuno dengan makna ‘berhenti’. Misalnya, dalam bahasa Jawa
Kuno, ada mariyapanas (1) ‘berhenti ia dari kemarahan’, (2) ‘berhentilah
dari kemarahan’ dan manten angucap ‘berhenti berkata’.Kata bekas dalam
bahasa Indonesia pada bangun frasa dapat menjadi intinya (yang diterangkan),
seperti pada frasa bekas menteri, dan dapat juga menjadi atribut (yang
menerangkan), seperti pada mobiI bekas. Karena kata mantan itu
menggantikan kata bekas yang berfungsi sebagai inti frasa, maka
letaknya, sesuai dengan hukum DM, di awal frasa; mantan menteri, mantan
presiden, mantan guru SD, dan sebagainya.Perlu ditambahkan bahwa
penggantian itu dimaksudkan untuk menghilangkan konotasi yang buruk dan untuk
menghormati orang yang diacu. Oleh sebab itu, pemakaiannya pun berkenaan dengan
orang yang dihormati yang pernah memangku jabatan dengan baik atau yang pernah
mempunyai profesi yang diluhurkan. Kata bekas tetap dipakai, misalnya,
untuk menyebut bekas penjahat ulung, bekas diktator, bekas kuda balap, bekas
mobil presiden, pakaian bekas, barang bekas.
Bebas parkir atau parkir gratis?
Kata bebas parkir diartikan
orang ‘dibebaskan dari pembayaran parkir’.
Untuk menyatakan arti itu, sebaiknya
dipakai kata parkir gratis atau parkir cuma-cuma (free parking).
Bebas parkir seharusnya diartikan ‘dilarang parkir’ (no parking). Jadi,
keduanya dapat digunakan dengan makna yang berbeda.
Apakah yang dimaksud dengan metropolitan dan apa pula
megapolitan?
Bentuk metropolitan merupakan
bentuk adjektif dari metropolis.
Kata metropolis berasal dan
bahasa Yunani, yaitu dari kata meter yang bermakna ‘ibu’ dan polis bermakna
(1) ‘ibu kota’ atau ‘kota terpenting dalam negara atau wilayah’ dan (2) ‘kota
yang menjadi pusat kegiatan perdagangan industri, dan pemerintahan’. Contoh, polisi
metropolitan bermakna ‘polisi kota besar’. Kata megapolis bermakna
(1) ‘kota yang sangat besar’, (2) ‘daerah yang amat padat penduduknya dan yang
berpusatkan metropolis’, atau (3) ‘gabungan beberapa metropolis’.
Apa yang dimaksud dengan kata aktivis?
Aktivis adalah orang yang giat bekerja untuk
kepentingan suatu organisasi politik atau organisasi massa lain. Dia
mengabdikan tenaga dan pikirannya, bahkan seringkali mengorbankan harta
bendanya untuk mewujudkan cita-cita organisasi.
Contoh kalimat yang menggunakan kata
aktivis adalah sebagai berikut.(1) Beberapa aktivis lembaga
sosial masyarakat mengingatkan pentingnya Iingkungan hidup yang sehat.(2)
Organisasi kita memerlukan seorang aktivis yang rela menyumbangkan
tenaga dan pikirannya untuk kelangsungan hidup organisasi.
Aktivitas atau aktifitas
Bentuk aktivitas dan aktifitas tidak
akan tampak perbedaannya bila dilafalkan. Namun, bila kedua bentuk tersebut
terdapat dalam tulisan , kita akan dapat melihat perbedaannya.
Bentuk aktivitas ditulis dengan menggunakan huruf
"v", sedangkan aktifitas menggunakan huruf "f". Sebagai
penutur bahasa yang cermat, tentu saja kita akan bertanya manakah di antara
kedua bentuk tersebut yang benar. Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus
mengingat kembali kaidah tentang penyerapan kata asing.Dalam bahasa Indonesia kata asing diserap dalam bentuk kata dasar ataupun kata berimbuhan. Imbuhan asing, seperti akhiran –ization dan –ity, tidak diserap secara lepas dari kata dasarnya. Dengan kata lain, imbuhan asing diserap bersama kata dasarnya. Berikut ini contohnya. Kata active diserap menjadi aktif, sedangkan kata berimbuhan activity diserap menjadi aktivitas. Sesuai dengan kaidah, kata yang berakhiran –ity diserap menjadi –itas, seperti university dan reality menjadi universitas dan realitas.
Mengapa timbul bentuk aktifitas? Bentuk ini timbul karena sebagian orang beranggapan bahwa kata aktifitas berasal dari kata dasar aktif diberi akhiran –itas. Padahal, akhiran –itas tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia. Jadi, bentuk yang benar adalah aktivitas. Tipe yang sama dapat kita jumpai pada kata efektif dan efektivitas.
No comments:
Post a Comment