A. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau
lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah
dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan
satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan
satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu
selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A.
Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi
yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu:
1.
Frase endosentrik yang koordinatif,
yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh
kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan
laki
bini
belajar atau bekerja
2.
Frase endosentrik yang
atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena
itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya: perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang
secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan
unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.
Frase endosentrik yang apositif:
frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang
satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu
Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan
jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap).
B.
Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai
distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama
dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C.
Frase Nominal, frase Verbal, frase
Bilangan, frase Keterangan.
§
Frase Nominal: frase yang memiliki
distributif yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
§
Frase Verbal: frase yang mempunyai
distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
§
Frase Bilangan: frase yang mempunyai
distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
§
Frase Keterangan: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
§
Frase Depan: frase yang terdiri dari
kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D.
Frase AmbigU
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan
keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita
terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan
sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian
ganda:
1. Perancang busana yang
berjenis kelamin wanita.
2. Perancang yang
menciptakan model busana untuk wanita.
A.
Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S)
dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.
Berdasarkan unsur intinya
2.
Berdasarkan ada tidaknya kata
negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3.
Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat
C. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau
lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar
yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1. Pola kalimat I = kata
benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
2. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
3. Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat
ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi,
merupakan.
4. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata
benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
D. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua
unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan
salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan
unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat
Tunggal
|
Susunan
Pola Kalimat
|
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci.
|
S-P
S-P-O
S-P-O-K
|
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua
pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat
tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b. Penggabungan dari dua
atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih
pola kalimat.
Misalnya: Susi menulis surat
(kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat
dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat
majemuk campuran.
1) Kalimat majemuk
setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan
antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a. Kalimat majemuk
setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta,
lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca
anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta
memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk
setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.
2) Kalimat majemuk
bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal,
bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak
kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau
dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal
itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek
b.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predikat
c.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah
mengetahui hal itu.
S
P
O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
anak kalimat pengganti objek
d.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang
malam hari
S P
K
Ayah pulang ketika kami makan malam
anak kalimat pengganti keterangan
3) Kalimat
majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil
perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya
terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda
berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus
pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat
pola bawahan II
3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas
dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1) Hanya terdiri atas
dua kata
2) Kedua kata itu
sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah
subjek mendahului predikat
4) Intonasinya adalah
intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau
pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan
kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat
transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah
mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat Inti. Contoh:
Adik menangis.
b. Kalimat Luas. Contoh:
Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu
pelajaran matematika.
c. Kalimat
transformasi. Contoh:
i) Dengan
penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah
kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii) Dengan penambahan
jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek
kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii) Dengan perubahan kata
urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv) Dengan perubahan intonasi.
Contoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya
mengandung dua unsur inti.
Contoh: Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
I bu segera
pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati
karena kami masih berada di sekolah.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu
unsur inti atau unsur pusat.
Contoh:
Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau
unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat
mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara
atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami
oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan
kata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa
yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki
atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1.
kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh:
diperlebar, dilebarkan
diperlebarkan (salah)
memperkuat, menguatkan
memperkuatkan (salah)
sangat baik, baik sekali
sangat baik sekali (salah)
saling memukul, pukul-memukul
saling pukul-memukul (salah)
Di sekolah diadakan pentas seni.
Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2.
pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
para hadirin (hadirin sudah jamak,
tidak perlu para)
para bapak-bapak (bapak-bapak sudah
jamak)
banyak siswa-siswa (banyak siswa)
saling pukul-memukul (pukul-memukul
sudah bermakna ‘saling’)
agar supaya (agar bersinonim dengan
supaya)
disebabkan karena (sebab bersinonim
dengan karena)
3.
tidak memiliki subjek
contoh:
Buah mangga mengandung vitamin
C.(SPO) (benar)
Di dalam buah mangga terkandung
vitamin C. (KPS) (benar) ??
Di dalam buah mangga mengandung
vitamin C. (KPO) (salah)
4.
adanya kata depan yang tidak perlu
Perkembangan daripada
teknologi informasi sangat pesat.
Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
Selain daripada bekerja, ia
juga kuliah.
5.
salah nalar
waktu dan tempat dipersilahkan.
(Siapa yang dipersilahkan)
Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah
bisa menolak?)
Silakan maju ke depan. (maju selalu
ke depan)
Adik mengajak temannya naik ke atas.
(naik selalu ke atas)
Pak, saya minta izin ke belakang.
(toilet tidak selalu berada di belakang)
Saya absen dulu anak-anak. (absen:
tidak masuk, seharusnya presensi)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal
meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6.
kesalahan pembentukan kata
mengenyampingkan seharusnya
mengesampingkan
menyetop seharusnya menstop
mensoal seharusnya menyoal
ilmiawan seharusnya ilmuwan
sejarawan seharusnya ahli sejarah
7. pengaruh bahasa asing
Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat)
Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel)
(kata daripada dihilangkan)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona)
(seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa
daerah
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah
hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan
kalimat pasif persona)
Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo)
(seharusnya mungkin)
.
E. Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang
menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa,
antarkata, dan antarparagraf.
1.
Konjungsi antarklausa
a. Yang sederajat: dan,
atau, tetapi, lalu, kemudian.
b. Yang tidak sederajat:
ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2. Konjungsi antarkalimat: akan tetapi,
oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjungsi antarparagraf: selain itu,
adapun, namun.
No comments:
Post a Comment